Mukahar, Walikota Magelang yang Diangkat oleh Militer
Magelang (wartamagelang.com) – Logo TNI mendadak terpasang di Gedung Kantor Wali Kota Magelang, Jalan Sarwo Edhie Wibowo Kota Magelang, Jawa Tengah, Rabu (25/8/2021) siang.
Menurut Panglima TNI, Marsekal Hadi Tjahjanto angkat bicara soal dipasangnya logo TNI di muka atas kantor Wali Kota Magelang, Jawa Tengah (Jateng). Hadi mengatakan tujuan logo dipasang sekadar sebagai penanda aset digunakan bersama oleh TNI dan Pemerintah Kota Magelang.
Sementara itu, Sekretaris Daerah Kota Magelang Joko Budiyono menyatakan tidak ada pemberitahuan sebelumnya dari Akademi TNI terkait pemasangan logo tersebut. Walaupun demikian, Joko menyatakan, logo maupun plang yang sampai saat ini masih berdiri di halaman kantor tersebut tidak berpengaruh pada kegiatan dan pelayanan masyarakat.
Menengok sejarah, hubungan baik antara pemerintahan militer dan pemerintahan sipil di Magelang, pernah terjalin pada tahun 1948-1949. Saat Magelang dikuasai oleh Belanda pada agresi militer II pada 21 Desember 1948.
Akibatnya pemerintahan militer (KDM/Komando Distrik Militer, kini KODIM) dan pemerintahan sipil Kab. Magelang mengungsi ke luar kota.
Kedudukan pemerintah sipil Kab. Magelang berpindah-pindah tempat yang disesuaikan oleh pemerintahan militer (KDM). Saat itu, Yudodibroto sebagai Bupati Magelang dan Mayor Murdiman sebagai Komandan KDM. Pengaturan pemerintahan sipil pada waktu diatur pelaksanaannya oleh KDM.
Beberapa tempat yang digunakan sebagai lokasi pengungsian misalnya di Muntilan, Windusari, Kaliangkrik, Mertoyudan, Sawangan, Mungkid, Kajoran, dll.
Ketika mengungsi di Desa Bondowoso Kec. Mertoyudan, pemerintahan sipil Bupati Yudodibroto bertempat di Dusun Manggoran dan pemerintahan militer/KDM Mayor Murdiman berada di Dusun Gedongan Kulon, jarak keduanya sekitar 500 meter.
Keberadaan kedua pemerintahan ini berlangsung selama 3-4 bulan (1948-1949) dengan menempati rumah-rumah warga. Bupati Yudodibroto bertempat di rumah H. Ahmad Marzuki dan Komandan KDM Mayor Murdiman di rumah Mudakir.
Di masa ini, kedua pejabat ini menerbitkan dan menandatangani ‘uang kertas darurat’ pecahan senilai Rp2,5 dan Rp5,-. Hal ini ditempuh karena pemerintah gerilya butuh uang, sedangkan uang ORI (Oeang Republik Indonesia) sudah sulit.
Desa ini sebelum agresi militer II 18 Desember 1948 memang sering digunakan sebagai tempat pertemuan para pejuang republik. Tercatat, Kapten Sarwo Edhi Wibowo pernah menetap sekitar 4 bulan.
Sesudah adanya gencatan senjata dengan Belanda, di dusun ini pernah diadakan sebuah konferensi militer dihadiri oleh Kapten Sarwo Edhi dan Akhmad Yani serta sekira 2000 militer dan pejuang. Tempat konferensi berlangsung di rumah H. Sirodj.
Konferensi berlangsung selama 3 hari dimana KDM menyediakan beras 1 ton dan uang sebesar Rp100.000,- (seratus ribu rupiah ORI/Oeang Republik Indonesia). H. Sirodj menyumbang seekor lembu/sapi dan beberapa tambak ikan gurameh. Kepala-kepala desa menyumbang kayu bakar, sayuran dan kelapa.
Putusan terpenting dari konferensi itu adalah persiapan serah terima pemerintahan sipil dan militer dan pengangkatan Mukahar Ronohadiwijoyo sebagai Walikota Magelang.
Pengangkatan Mukahar sebagai walikota Magelang berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Jawa Tengah tanggal 3 Mei 1949 no. 9/Gub. Dj. Tg. terhitung mulai 15 Mei 1949.
Gubernur Jawa Tengah Wongsonegoro saat itu tidak bisa secara langsung melantik Mukahar sebagai walikota Magelang karena situasi darurat perang dan Wongsonegoro juga sedang mengungsi di tempat lain.
Sebelum Mukahar, pimpinan Kotapraja Magelang berganti-ganti. Tercatat sejak 1945-1948 yaitu R. Suprojo Projowidagdo, R. Mochammad Sunarman dan R. Sutejo.
Kantor sementara Mukahar sesudah diangkat sebagai walikota berada di rumah Mudakir, satu tempat dengan kantor KDM.
Semenjak 27 Desember 1949, Belanda mengakui kedaulatan RI. Sejak saat itu, pemerintah daerah Kota Magelang menjalankan tugasnya kembali di Kota Magelang seperti sebelum agresi militer Belanda II 18 Desember 1948.
Masa Walikota Mukahar merupakan masa-masa sulit karena kondisi pasca perang. Banyak gedung-gedung yang rusak karena dibumi hangus, termasuk balaikota di Jl. Pungkuran no. 8 (kini gedung PDAM Jl. Veteran).
Karena itu, pemerintah daerah Kota Magelang terpaksa berkantor sementara di salah satu ruangan di komplek kantor Kabupaten Magelang (kini Dinas Pendudukan dan Catatan Sipil Kab. Magelang Jl. Yos Sudarso).
Mengingat perkembangan pekerjaan dan bertambahnya pegawai dan dirasakan ruangan sudah tidak mencukupi kebutuhan, maka pada 8 Oktober 1951 pindah ke rumah partikelir Jl. Bayeman no. 12 (kini Jl. Tentara Pelajar no. 12). Kemudian pada 28 November 1953 pindah lagi ke gedung Balaikota Jl. Pungkuran no. 8 yang sudah diperbaiki.
R. Mukahar Ronohadiwijoyo menjabat sebagai Walikota Magelang hingga 1956. Beliau dimakamkan di TMP Prawira Reksa Negara Kota Pekalongan.
Melihat hal demikian bahwa hubungan pemerintahan militer dan pemerintahan sipil di Magelang sudah terjalin baik sejak puluhan tahun yang lalu khususnya pada masa perang kemerdekaan. Hal ini membuktikan bahwa kedua pihak ini memilki semangat yang sama yaitu persatuan Indonesia. (bgs)
(Penulis: Bagus Priyana, founder komunitas KOTA TOEA MAGELANG)