Kiprah Masyarakat Tionghoa Magelang Dalam Menjaga Budaya Jawa 1960-an

Poster pentas wayang orang yang dilakukan oleh seniman Tionghoa di Magelang tahun 1961 (dok: Bagus Priyana)

Magelang (wartamagelang.com) – “Di tengah2 hutan Setragondomajit R. Burisrowo tumbuh kembali rasa asmaranja kepada Dewi Worosembodro. Saat Burisrowo bersemedi, datanglah Sang Batari Durga. Sementara itu dalam Kasatrijan Madukoro, R. Djanoko dihadapi oleh Worosembodro dan Srikandi”.

Demikian sekelumit cerita dari fragmen wayang orang dengan judul “Sembodro Larung” yang dimainkan oleh gabungan pemuda pemudi dari Jogja dan Magelang pimpinan Eddy Sadali. Acara ini pentas di gedung CHHH Jalan Nanggulan Magelang pada 4 Maret 1961 jam 19.30 malam.

Siapa sangka, para pemain kesenian Jawa ini malah justru dimainkan oleh orang-orang Tionghoa?

Siapa sangka, keluwesan mereka bermain peran malah mampu memikat penonton?
Siapa yang mengira, bahwa pentas tersebut untuk menggalang dana kemanusiaan bagi korban banjir?

Lie Boen Fie barangkali tidak pernah bermimpi menjadi tokoh antagonis yaitu Burisrowo. Beradu peran dengan Tan Kian Hwa sebagai Worosembodro dan Ninuk Suprapto dari Jogja sebagai Srikandi.

Janoko sebagai tokoh protagonis diperankan oleh Tjong Djien Mei dari Magelang. Betari Durga oleh Setio Rahayu. Belum lagi ada Njoo Ping Joe (Gatotkaca), Oh Tiong Hoen (Jurumeo). Tak hanya itu, untuk para punakawan pemerannya ada Tommy Soerjo (Semar), Gareng oleh Johny Soerjo, dan Goeno dari Jogja sebagai Petruk.

Harga karcis di saat itu untuk kelas 1 sebesar Rp 50,-, kelas 2 sebesar Rp 25 dan kelas e sebesar Rp 10,-. Semakin terkenal grup dan bintang tamunya maka makin mahal harga karcisnya. Apalagi jika diadakan di gedung yang representatif tentunya makin mahal.

Untuk menarik pengunjung, dalam selebarannya tertulis HEBAT-GEMPAR-PUAS.
Tentu saja, para penikmatnya dari segala kalangan. Baik orang Tionghoa maupun masyarakat Jawa. Dapat dipastikan, jika yang pentas adalah grup terkenal dan populer, maka kursi penonton dipastikan penuh sesak. Akan bertambah gayeng jika ada bintang tamu ternama yang hadir.

Memang tidak 100% para pemeran adalah orang Tionghoa, tetapi ada beberapa peran penting di perankan oleh mereka. Ini sangat unik dan menarik. Bagaimana masyarakat Tionghoa justru berupaya mengadakan pentas kesenian yang berbeda dari budaya mereka, yaitu Jawa.

Gedung CHHH adalah sebuah gedung milik sekolah Tionghoa yang kini menjadi SMAN 3 Jl. Medang, Nanggulan. Di gedung ini sering di pentaskan berbagai kesenian tradisional khususnya wayang orang. Di dalam gedung terdapat semacam panggung permanen dengan di bagian depannya terdapat ratusan kursi-kursi untuk penonton. Antara panggung dan kursi terdapat seperangkat gamelan untuk mengiringi pentas wayang orang.

Di era tahun 1950-1970 jenis kesenian tradisional ini begitu melekat di masyarakat.
Pada 8 Oktober juga dipentaskan Wayang orang di gedung tersebut dengan judul IRAWAN BAGNO. Para pemerannya di antaranya ada Lie Boen Fie, Tan Kian Hwa, Liem Giok Kiat, Njoo Ping Joe, Ninuk Suprapto, Eddy Sadeli, Tutik Soedjoko, dll. Mereka tergabung dalam perkumpulan “Muda Budaja” dari Jogja.

Yang menarik selain karena pemerannya merupakan gabungan dari Tionghoa dan Jawa, di pentas ini ada bintang tamu dari Jerman yang bernama Nyonya Dr. Tauchert sebagai Golek Tjluntang. Dan 100% hasil dari penjualan tiket dipergunakan untuk Palang Merah cabang Magelang.

Selain itu, perkumpulan gabungan yang bernama “Krido Mardi Wiromo” ini juga pentas di Parakan pada 24-25 Juni 1961 di Pabrik beras “Pantja Usaha” Parakan. Cerita yang di angkat berjudul “Mustokoweni” dengan bintang tamu pelawak kondang dan pernah main film yang bernama Goeno sebagai Petruk.
Grup ini juga pernah pentas di Pendopo Dalem Karesidenan Magelang pada 3 Mei 1958 jam 19.30. Dengan diselingi pelawak terkenal Goeno dan Soebagio.

Berbeda dari acara sebelumnya, hasil penjualan karcis ini di sumbangkan untuk pengiriman bingkisan untuk anggota Pasukan Pemerintah RI yang berada di daerah Sumatera seperti Banteng Raiders dan lainnya.

Kelompok kesenian Krido Mardi Wiromo dari Magelang juga pernah pentas di Kutoarjo dan Purworejo. Di Kutoarjo di adakan di Gedung SR Nasional pada 17 Desember 1960. Lakon yang di angkat berjudul Minak Djinggo Leno dengan pemeran dari Trio Magelang yang sangat terkenal yaitu Nona Oh Bok Lan sebagai Minak Jinggo, Saudara Oh Tiong Hoen sebagai Damarwulan dan Nona Tjong Djien Mey sebagai Dayun.

Pada tanggal 14 Januari 1961 di Bioskop Bagelen Purworejo ditampilkan pentas kesenian di antaranya :
– Tari Putri Tidar oleh Nona Tjong Djin Mey
– Tari Kelono Topeng oleh Nona Oh Bok Lan
– Tari Sri Rejeki
– Srikandi Mustokoweni
– Minak Djinggo Leno
– pelawak kondang Goeno
– nyonya Dr. Tauchert dari Jerman dengan tarian Jawanya.

Sungguh menarik pentas kesenian ditampilkan di dalam sebuah bioskop. Tentu saja pemilihan tempat ini sudah diperhitungkan dengan baik. Terlebih di dalam gedung bioskop sudah terdapat deretan kursi-kursi untuk penonton. Tinggal di setting sedikit maka sudah bisa di buat untuk pentas acara.

Tidak hanya itu, beberapa grup kesenian yang dimotori oleh orang Tionghoa pun juga ada yang pentas di Magelang. Kho Djien Tiong membentuk rombongan pertunjukan musik yang diberi nama ‘Gema Malam Srimulat’. Pada kisaran Agustus 1951 grup ini sering pentas di berbagai kota di Jawa Timur dan Jawa Tengah seperti di Blitar, Kediri, Madiun, Semarang, Demak, Pati, Kudus, Pati, Purwodadi, Purwokerto, Pekalongan, Pemalang, Tegal, Wonosobo dan Magelang.

Kelak Kho Djien Tiong ini lebih dikenal sebagai Teguh Slamet Rahardjo alias Teguh Srimulat.

Kebudayaan Jawa tidak hanya menjadi milik orang Jawa saja, tetapi juga menjadi milik masyarakat yang lain. Catatan sejarah sudah membuktikan bahwa masyarakat Tionghoa juga memiliki kepedulian yang nyata dalam upaya pelestarian budaya Jawa.

Upaya tersebut bukan sekadar menunjukkan adanya keinginan Komunitas Tionghoa untuk “menjadi” Jawa, melainkan mereka sebenarnya adalah orang Jawa itu sendiri. Terlepas dari ada tidaknya warisan biologis Jawa pada diri mereka sebagai individu.
(bgs)

CATEGORIES
Share This

COMMENTS

Wordpress (0)