Nasional – Foto seekor komodo seolah-olah tengah mengadang truk masuk Resort Loh Buaya viral di media sosial. Seketika, pembangunan proyek pengembangan wisata eksklusif di Pulau Rinca Nusa Tenggara Timur (NTT) menjadi bahan perbicangan banyak pihak.
Foto yang diunggah akun @KawanBaikKomodo tersebut langsung mengundang beragam tanggapan dari warganet. Mayoritas menyesali pembangunan yang dinilai mengganggu habitat komodo sebagai hewan dilindungi.
Bahkan, menyusul banyaknya tanggapan terhadap kicauan tersebut, tagar (#) Save Komodo sempat mengemuka di Twitter. Bahkan, tagar ini juga sempat berada di puncak Trending Topic Twitter.
Banyak kicauan warganet dengan tagar tersebut menyerukan perlindungan terhadap komodo yang ada di Pulau Rinca. Selain ada beberapa yang juga meminta peninjauan kembali pembangunan di wilayah tersebut. Tidak hanya Save Komodo, tagar lain yang turut diperbincangkan adalah Save Pulau Komodo.
Bahkan kabar pembangunan lokasi wisata ini mendapat sorotan dari sejumlah media asing.
Situs Bangkok Post misalnya. Dalam artikel bertajuk “Indonesia says ‘Jurassic Park’ project no threat to Komodo dragon” menyoroti soal Kementerian Lingkungan Hidup Indonesia yang berusaha meredakan kemarahan atas pembangunan proyek tersebut. “Gambar komodo, salah satu kadal terbesar di dunia, menghalangi jalur kendaraan besar di Pulau Rinca, Indonesia, memicu luapan amarah tentang ancaman yang dirasakan terhadap habitat alami spesies yang rentan tersebut,” tulis Bangkok Post.
Selain media asal Thailand, isu ini juga disorot media Australia ABC News yang menyinggung upaya pemerintah Indonesia soal rencana untuk menghabiskan 69 miliar Rupiah guna pengembangan Pulau Rinca, yang akan mencakup geopark seluas 1,3 hektar dan pusat informasi seluas 4.000 meter persegi, demikian disebutkan dalam artikel bertajuk “Indonesia’s Jurassic Park-inspired tourist attraction worries Komodo dragon fans”
“Akbar Allayubi, warga Pulau Komodo, telah bekerja sebagai pemandu wisata taman selama tujuh tahun terakhir. Dia mengatakan kepada warga ABC tidak diajak berkonsultasi atau dilibatkan dalam keputusan untuk mengembangkan lebih banyak infrastruktur pariwisata di pulau-pulau tersebut.”
“Definisi konservasi kami tidak ada hubungannya dengan membuat keuntungan finansial,” kata Allayubi.
“Menurut nenek moyang kita, konservasi berarti hidup bersama dengan komodo dalam ekosistemnya sendiri,” kata Allayubi.
Tak lama setelah viral, Kepala Balai Taman Nasional Komodo Lukita Awang Nistyantara menutup sementara Resort Loh Buaya di Pulau Rinca mulai 26 Oktober 2020 hingga 30 Juni 2021.
Dia menuturkan, penutupan ini mempertimbangkan proses percepatan penataan dan pembangunan yang dilakukan oleh Kementerian PUPR.
“Menutup sementara resort Loh Buaya seksi pengelolaan Taman Nasional (SPTN) wilayah I Pulau Rinca, Taman Nasional Komodo. Terhitung mulai hari ini sampai dengan 30 Juni 2021 dan akan dievaluasi dua minggu sekali,” ujarnya.
Saat dikonfirmasi Liputan6.com, Rabu (28/10/2020), melalui stafnya, Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT) Viktor Bungtilu Laiskoda enggan menjawab mengenai hal ini. Bahkan, menyerahkan urusan ini ke pemerintah pusat.
Setali tiga uang, Dirjen Cipta Karya Kementerian PUPR Danis Hidayat Sumadilaga saat dikonfirmasi Liputan6.com, Rabu (28/10/2020) hanya memilih mengirimkan keterangan persnya. Dia enggan ditanyakan lebih jauh mengenai polemik pembangunan tersebut. “Itu aja ya, terima kasih,” kata Danis.
Berdasarkan keterangannya, Izin Lingkungan Hidup terhadap kegiatan Penataan Kawasan Pulau Rinca di Desa Pasir Panjang, Kecamatan Komodo Kabupaten Manggarai Barat telah terbit pada 4 September 2020 berdasarkan Peraturan Menteri LHK No 16 Tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan Dokumen Lingkungan Hidup yang telah memperhatikan dampak pembangunan terhadap habitat dan perilaku komodo.
Adapun pembangunan ini, Kementerian PUPR melalui Direktorat Jenderal Sumber Daya Air (Ditjen SDA) dan Ditjen Cipta Karya melaksanakan penataan kawasan Pulau Rinca dengan penuh kehati-hatian. Dalam hal ini, Kementerian PUPR bekerja sama dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) melalui Ditjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) yang ditandai dengan penandatanganan kerja sama pada 15 Juli 2020.
Koordinasi dan konsultasi publik diklaim intensif terus dilakukan, termasuk dengan para pemangku kepentingan lainnya, mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan di lapangan untuk mencegah terjadinya dampak negatif terhadap habitat satwa, khususnya komodo.
Saat ini penataan Pulau Rinca tengah memasuki tahap pembongkaran bangunan eksisting dan pembuangan puing, pembersihan pile cap, dan pembuatan tiang pancang. Untuk keselamatan pekerja dan perlindungan terhadap satwa komodo, telah dilakukan pemagaran pada kantor direksi, bedeng pekerja, material, lokasi pembesian, pusat informasi, dan penginapan ranger.
“Kami selalu didampingi ranger dari Balai Taman Nasional Komodo, sehingga proses pembangunan prasarana dan sarana tidak merusak atau mengganggu habitat komodo,” kata Kepala Balai Prasarana Permukiman Wilayah Provinsi NTT Herman Tobo.
Sementara, Menteri PUPR Basuki Hadimuljono mengatakan, pembangunan infrastruktur pada setiap KSPN direncanakan secara terpadu.
“Baik penataan kawasan, jalan, penyediaan air baku dan air bersih, pengelolaan sampah, sanitasi, dan perbaikan hunian penduduk melalui sebuah rencana induk pengembangan infrastruktur yang mempertimbangkan aspek lingkungan, sosial dan ekonomi,” jelas Basuki.
Yang akan Dibangun
Terdapat lima kawasan di Pulau Rinca yang akan ditata Kementerian PUPR, mulai dari dermaga dan beberapa penginapan untuk penjaga serta peneliti komodo.
Adapun beberapa kegiatan penataan di kawasan Pulau Rinca. Yakni diantaranya:
1. Dermaga Loh Buaya, yang merupakan peningkatan dermaga eksisting.
2. Bangunan pengaman pantai yang sekaligus berfungsi sebagai jalan setapak untuk akses masuk dan keluar ke kawasan tersebut.
3. Elevated Deck pada ruas eksisting, berfungsi sebagai jalan akses yang menghubungkan dermaga, pusat informasi serta penginapan ranger, guide dan peneliti, dirancang setinggi 2 meter agar tidak mengganggu aktivitas komodo dan hewan lain yang melintas serta melindungi keselamatan pengunjung.
4. Bangunan Pusat Informasi yang terintegrasi dengan elevated deck, kantor resort, guest house dan kafetaria
5. Bangunan penginapan untuk para ranger, pemandu wisata, dan peneliti, yang dilengkapi dengan pos penelitian dan pemantauan habitat komodo.
Adapun, Populasi komodo cenderung meningkat dalam beberapa tahun terakhir dan pada 2019 jumlahnya tercatat mencapai 3.022 individu menurut Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Menurut siaran pers KLHK, jumlah total biawak komodo yang pada 2018 sebanyak 2.897 individu bertambah 125 menjadi 3.022 individu pada 2019.
Komodo terkonsentrasi di Pulau Komodo dan Pulau Rinca, Nusa Tenggara Timur. Jumlah komodo yang ada di Pulau Nusa Kode, Gili Motang, dan Pulau Padar berturut-turut hanya ada tujuh, 69, dan 91 individu.
“Populasi biawak komodo di Lembah Loh Buaya adalah lima persen dari populasi di Pulau Rinca atau sekitar 66 ekor. Bahkan populasi biawak komodo di Lembah Loh Buaya selama 17 tahun terakhir relatif stabil dengan kecenderungan sedikit meningkat di lima tahun terakhir,” kata Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem KLHK Wiratno.
Loh Buaya di Pulau Rinca yang masih berada dalam kawasan Taman Nasional Komodo di Nusa Tenggara Timur (NTT) dan merupakan salah satu lokasi kunjungan wisata. Area tersebut dilengkapi dengan pondok wisata, kafetaria, shelter, dan jalan setapak, dan antara lain menjadi tempat pengamatan satwa liar dan penjelajahan.
Wiratno mengemukakan bahwa jika upaya perlindungan dijalankan dengan meminimalkan kontak satwa dengan manusia, maka aktivitas wisata terbukti tidak membahayakan populasi biawak komodo di areal Lembah Loh Buaya yang luasnya 500 hektare atau sekitar 2,5 persen dari luas Pulau Rinca yang mencapai 20.000 hektare.
Badan Otorita Pariwisata Labuan Bajo Flores (BOPLBF) memastikan pembangunan di Loh Buaya, Pulau Rinca yang masuk dalam kawasan taman nasional (TN) Komodo dilakukan dengan sangat hati-hati dengan mempertimbangkan keamanan dari satwa Komodo.
Direktur Utama BOPLBF Shana Fatina mengatakan pemerintah sangat peduli terkait pelaksanaan pembangunan di zona pemanfaatan Loh Buaya, Pulau rinca.
“Pembangunan di Loh Buaya dilakukan dengan sangat hati-hati. Setiap pagi dilakukan briefing terkait keamanan dan keselamatan baik untuk para pekerja, dan juga yang paling penting adalah keamanan satwa yang ada di Loh Buaya, agar jangan sampai ada satwa Komodo terganggu, sangat hati-hati dengan api,” katanya.
Ia menjelaskan bahwa seluruh pembangunan di Loh Buaya hanya boleh dilakukan di zona pemanfaatan. Jadi pembangunan fasilitas di Loh Buaya betul-betul dilakukan dengan memperhatikan semua aspek ekologi, sebagaimana sudah direncanakan dalam kajian dampak lingkungan.
Shana menambahkan bahwa pemerintah sudah pasti mengutamakan kelestarian dan keseimbangan ekosistem dalam melaksanakan pembangunan yang ada, dan semuanya sudah melalui prosedur dan kajian yang mendalam.
“Pengelolaan TN Komodo merupakan wewenang KLHK, pembangunan dilakukan oleh KemenPUPR, dan untuk mendukung pariwisata premium berkelanjutan yang didorong Kemenparekraf. Ini merupakan sinergi lintas kementerian dan lembaga. Kita pun terlibat dalam setiap prosesnya, dan memastikan bahwa semua menjaga prinsip pariwisata berkelanjutan dengan komitmen sesuai peran dan fungsi masing-masing,” tutur dia.
Lebih lanjut, pihaknya juga selalu terbuka untuk berkomunikasi dengan semua stakeholder baik lokal, nasional, maupun internasional khususnya untuk menjelaskan rencana pengembangan pariwisata berkelanjutan di TN Komodo.
“Dan peningkatan pariwisata di sana menjadi quality tourism dan minat khusus. Justru sekarang memungkinkan untuk pelibatan masyarakat dalam kawasan lebih aktif sebagai subyek dari konservasi dan pariwisata,” tambah dia.
Juru bicara Menko Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Jodi Mahardi menuturkan, penataan ini agar Pulau Rinca bisa menjadi kawasan yang baik bagi wisatawan.
“Peningkatan sarana dan prasarana di Pulau Rinca dimaksudkan agar kawasan tersebut aman, nyaman dan layak bagi kunjungan wisatawan, baik domestik maupun internasional,” kata Jodi kepada Liputan6.com, Rabu (28/10/2020).
Menurut dia, aktivitas pembangunan pariwisata selama ini tidak mempengaruhi perilaku komodo dan tidak mempengaruhi tingkat survivalnya/tingkat kebertahanan hidup.
“Hal ini dapat dibuktikan dengan tren populasi yang tetap stabil di lokasi wisata Loh Buaya tersebut. Artinya, apabila dikontrol dengan baik dan meminimalisasi kontak satwa, maka aktivitas wisata pada kondisi saat ini dinilai tidak membahayakan populasi komodo area wisata tersebut,” jelas Jodi.
Bahkan, dia menegaskan, sampai sekarang tidak ada pihak dari luar ikut campur dalam urusan ini. Menurutnya tidak benar bahwa Pulau Komodo dikelola secara privat.
“Sampai detik ini belum ada indikasi bahwa pengelolaan Pulau Komodo tersebut akan dilakukan oleh pihak di luar TN Komodo. Jadi dugaan bahwa Pulau Komodo akan dikelola secara privat oleh perusahaan tertentu adalah hal yang tidak benar dan merupakan opini yang tidak berdasar,” ungkap Jodi.
Dia pun menepis bahwa Menko Marves Luhut B Pandjaitan inisiasi pertama. Menurutnya, proyek ini sesuai dengan ITMP.
Selain itu, ini juga sebagai salah satu destinasi pariwisata Super Prioritas sebagaimana tertera dalam surat Sekretariat Kabinet Nomor B652/Seskab/Maritim/2015 tentang arahan Presiden Republik Indonesia mengenai pariwisata.
“Kalau peningkatan sarana dan prasarana di pulau Rinca khususnya Lembah Loh Buaya memang sesuai ITMP (Integrated Tourism Masterplan) Labuan Bajo,” tutur Jodi.