PENJAGA KESEIMBANGAN UNTUK KEDAMAIAN DUNIA YANG KITA CITA-CITAKAN.

PENJAGA KESEIMBANGAN UNTUK KEDAMAIAN DUNIA YANG KITA CITA-CITAKAN.

 

Muhammad Nafi

Dalam khasanah dunia Islam ada istilah “wasathiyah”, kata ini berasal dari Al-Qur’an yang berarti umat yang tengah-tengah. Maksud dari umat tengah-tengah berarti umat yang bersikap adil. Tidak berada di (ekstrem) kiri atau kanan. Keseimbangan atau “tawazun” adalah salah satu ciri dari ungkapan “wasathiyah” ini.

Di dalam al-Qur‟an juga banyak disebutkan kata gunung dalam bentuk tunggal maupun jamak. Gunung, sebagaimana yang kita ketahui, diciptakan sebagai penyeimbang antara bumi dan langit agar keduanya bisa tetap tegak. Jika gunung tak ada, bumi akan goyah dan tidak akan berposisi dengan baik. Tanpa gunung, bisa jadi bumi yang kita diami ini akan berputar secara acak dan tidak teratur. Karena, angin selalu berhembus keras, gunung pada hakikatnya berfungsi dan berperan sebagai pasak atau paku yang menghunjam dan merekat erat dengan bumi, bagaikan akar yang merasuk ke kedalam.

Dalam ilmu bumi yang kita pelajari di masa sekolah, terdapat beragam lapisan atau lempengan. Ketika ada dua lempengan saling bertumbukan, lempengan yang lebih kuat menyelip di bawah lempengan yang satunya, sementara
di atas melipat dan membentuk dataran tinggi dan gunung. Lapisan bawah bergerak di bawah permukaan dan membentuk perpanjangan yang dalam ke bawah. Ini berarti gunung mempunyai bagian yang menghujam jauh ke bawah yang tak kalah besarnya dengan yang tampak di permukaan bumi. Dengan kata lain, gunung-gunung mencengkram lempengan-lempengan kerak bumi dengan memanjang ke atas dan ke bawah permukaan bumi pada titik-titik pertemuan lempengan-lempengan. Dengan cara itu, mereka memancangkan kerak bumi dan mencegahnya ambyar juga.

Pemahaman dasar ini penting bagi kita, untuk menjelaskan bahwa gunung-gunung tidaklah sekedar benjolan atau gundukan tinggi di atas permukaan bumi. Bumi, tanpa gunung tidak akan bisa sekokoh keadaan untuk bisa kita diami. Sebagaimana ketika kita mengamati diri sendiri, bahwa tulang atau rangka yang ada membuat tubuh kita bisa berdiri tegak dengan kokoh.

Dengan ilustrasi gunung dan keseimbangan tersebut, demikian juga dengan apa yang saya rasakan dari Komunitas Lima Gunung (KLG) dalam bidang kehidupan kita sekarang ini. Kehidupan saat ini yang dipenuhi dengan beragam anomali yang ekstrim. Disrupsi pemberitaan dan informasi telah mengguncang kestabilan pemahaman kita akan kehidupan keseharian kita.

Adanya disrupsi informasi sekarang ini. Seakan-akan, mengharuskan kita, mau tidak mau, turut terseret dalam arusnya. Terseret dalam ekstrimitas antara ujung satu atau ujung lainnya. Memihak ini atau memihak itu. Pilih kanan atau kiri. Dan, itu terjadi dalam semua bidang kehidupan kita; politik, ekonomi, agama, budaya, dan lain-lainnya.

Contohnya saja, ketika kita menghadapi permasalahan kerukunan antar pemeluk agama pada kasus penyerangan rumah Habib Umar Assegaf yang ada di Mertodranan, Kecamatan Pasar Kliwon, Solo pada Sabtu (10/8) petang yang diberitakan oleh beragam media baik cetak maupun media online. Terlepas dari kasus kriminal kekerasan yang terjadi, nuansa yang ditimbulkan adalah memecah kerukunan hidup keberagaman kita, menyeret pada pro Syiah atau kontra. Seakan-akan bila kita membela satu pihak oromatis merupakan bagian dari pihak yang berseteru.

Secara psikologis. Kasus-kasus seperti tersebut banyak kita hadapi akhir-akhir ini dan sedikit banyaknya mempengaruhi kita semua. Dan, ujungnya membelah kita pada sisi ekstrimitas baik kanan atau kiri. Pro sana atau jadi pihak sini.

Sungguh beruntung, saya bisa menyelami dalam aktivitas keseharian yang ada di KLG. Komunitas penduduk daerah pertanian seputaran pegunungan di Magelang yang bisa menjadi penyeimbang adanya banjir atau disrupsi informasi seperti sekarang ini. Dengan pola hidup kemandiriannya dan bersandar pada nilai-nilai atau modal sosial yang dimilikinya, KLG membangun alternatif sikap dan pandangan dalam menyikapi hidup laku keseharian dengan seimbang.

Sikap untuk selalu menjaga keseimbangan juga sangat terlihat pada acara Festival Lima Gunung ke-19 yang dibuka pada hari Minggu, 9 Agustus 2020 kemarin. Agenda rutin tahunan yang diselanggarakan oleh Komunitas Lima Gunung ini biasanya dihadiri oleh puluhan ribu orang. Untuk kali ini, festival diselenggarakan dengan penuh kehati-hatian dan bahkan sangat terasa dirahasiakan supaya tidak banyak orang berkumpul.

Langkah untuk berhati-hati, waspada, dan merahasiakan waktu, tanggal, dan tempat tersebut dilakukan untuk selalu menjaga keseimbangan diri dalam menghadapi pandemi covid-19 yang mewabah sekarang ini. Ketika banyak orang yang mulai jenuh dengan segala protokol kesehatan dan lena dalam suasana “new normal”, Komunitas Lima Gunung tetap menyerukan untuk selalu waspada dan patuh pada protokol kesehatan.

Bahkan, untuk menegaskan diri dalam menjaga keseimbangan, tema Festival Lima Gunung kali ini mengambil tema “Donga Slamet: Waspada Virus Dunia”. Tema yang begitu menohok batin dan akal pikiran kita disamping juga mengajak kita untuk selalu berdoa akan keselamatan terhadap beragam virus dunia.

Kenapa virus dunia? Sebagaimana virus covid-19, virus keengganan untuk belajar, intoleransi dalam keragaman, ketidakpedulian terhadap sesama dan sekitar, menberhalakan dunia, dan lain sejenisnya juga merupakan virus-virus yang sangat membahayakan bagi kehldupan kita baik secara individu maupun juga merugikan sosial kemasyarakatan kita.

Bisa jadi, bersikap untuk selalu seimbang sebagaimana yang dipraktikkan dan dicontohkan oleh Komunitas Lima Gunung akan membuat kita lebih baik, lebih kokoh, dan lebih memanusiakan kita sebagai manusia yang berdaulat. Sebagaimana gunung, langkah, sikap batin, dan laku hidup yang dibangun di Komunitas Lima Gunung mungkin akan menyelamatkan diri kita dari bahayanya berbagai benturan antar lempengan- lempengan kepentingan dan aliran di tengah-tengah disrupsi informasi seperti sekarang ini.

Waspada terhadap virus-virus dunia, langkah keseimbangan untuk tidak saling salah menyalahkan satu sama lainnya. Komunias Lima Gunung sudah memulai dalam festivalnya, semoga kita semua bisa mengambil hikmahnya.

Selayaknya. Seimbang dalam hidup adalah kunci utama akan kedamaian dunia yang kita cita-citakan sebagai bangsa. Bangsa Indonesia tercinta yang sebentar lagi akan merayakan hari ulang tahun kemerdekaannya ke-75. Merdeka! (MN)

 

#wartamagelang #magelang #kotamagelang #kabmagelang #kabupatenmagelang #berita #news #warta #metromagelang #nasional #pendidikan #eksbis #komunitas #wisata #techno #ruangwarta #beritahits #lifestyle #sport #olahraga #pemkotmagelang #pemkabmagelang #beritamagelang #budaya #culture #komunitaslimagunung #klg #flg #flg19

CATEGORIES
Share This

COMMENTS

Wordpress (0)