Orang Rimba Berbagi Kisah di depan Para Siswa SMK N Jateng

BERBAGI KISAH : Mt. Pauzan, pemuda dari keluarga Orang Rimba alias Suku Anak Dalam di Jambi membagikan kisahnya (Dok Istimewa)

SEMARANG (wartamagelang.com) – Pendidikan adalah salah satu solusi untuk mengubah nasib dan masa depan jadi lebih baik. Banyak tantangan untuk mengeyam pendidikan, mulai dari persoalan ekonomi bahkan hingga persoalan adat yang turun-temurun dipercaya.

Hal itu diungkapkan Mt. Pauzan, 24, pemuda dari keluarga Orang Rimba alias Suku Anak Dalam di Jambi. Pauzan yang kini duduk di Semester V Jurusan Penyuluhan Pertanian Berkelanjutan Politeknik Pembangunan Pertanian (Polbangtan) Bogor, berbagi kisahnya di depan ratusan siswa SMK Negeri Jateng di Semarang, Jl. Brotojoyo nomor 1, Kelurahan Plombokan, Kecamatan Semarang Utara, Kota Semarang.

Pagi itu, Rabu (15/2/2023) Pauzan berbagi kisah melalui kegiatan pemutaran film dan diskusi di sana. Kisah Mt. Pauzan difilmkan secara dokumenter oleh Kreasi Prasasti Perdamaian (KPP) berjudul “Pulang Rimba”. Para siswa di sana, termasuk guru-guru, menonton film terlebih dahulu sebelum digelar diskusi tanya jawab.

“Jadi ada anggapan dari orangtua (Orang Rimba) kalau sekolah itu artinya meninggalkan orangtua, karena pergi jauh merantau. Jadi takut nanti gara-gara pendidikan nanti nggak pulang-pulang (tidak kembali ke komunitas Suku Anak Dalam),” ungkap Pauzan yang tinggal di Desa Air Panas, Kecamatan Air Hitam, Kabupaten Sarolangun, Provinsi Jambi.

Lokasi itu ditempuh hingga 7 jam perjalanan mobil dari Kota Jambi, ditambah 2 jam perjalanan sepeda motor. Rata-rata anak seusia Pauzan, sudah menikah dan punya anak. Adik Pauzan bernama Asropi (18) sudah menikah dan sudah punya satu anak. Mayoritas pemuda di sana, bekerja di hutan atau di kebun. Tradisi melangun, sebut Pauzan, masih dilakukan anggota suku Anak Dalam, yakni berpindah dari satu hutan ke hutan lain untuk mencari sumber penghidupan, entah itu dari tumbuh-tumbuhan atau berburu hewan liar.

“Tapi sekarang sudah tidak terlalu banyak, karena hutan juga sudah mulai habis, jadi mau berpindah ke mana?,” lanjutnya.

Berangkat dari berbagai dinamika yang terjadi di Orang Rimba itu, Pauzan akhirnya memutuskan untuk bersekolah hingga pendidikan tinggi. Meskipun sempat hampir 3 tahun berhenti sekolah saat duduk di kelas 3 SMP, dia melanjutkannya hingga lulus dari SMP 23 Merangin. Pauzan melanjutkan SMK Perkebunan MM 52 Yogyakarta.

Bersekolah hingga jenjang pendidikan tinggi merupakan hal yang istimewa bagi Orang Rimba. Sebab, data teranyar dari dinas sosial setempat, hingga Juli 2022 dari sekira 4000 Orang Rimba, hanya 117 yang bersekolah dan 4 di antaranya yang berkuliah. Jika lulus kuliah nanti, Pauzan akan jadi generasi pertama Orang Rimba yang menyandang gelar sarjana.

“Nanti setelah lulus akan pulang, mengembangkan pertanian di kampung,” ungkap Pauzan sembari memberi motivasi ratusan anak SMK N Jateng di Semarang itu untuk terus giat bersekolah.

Sutradara film Pulang Rimba, Rahmat Triguna, mengemukakan proses pembuatan film itu dilakukan tahun 2022, mulai bulan September hingga Desember. Film ini adalah sekuel pertama, rencananya akan dibuat sekuel selanjutnya dengan mengangkat kisah Orang Rimba lainnya.

“Kami selalu dengan pendekatan empati kepada para tokoh yang kami filmkan, kami menyebutnya credible voice. Mereka ini punya suara yang kredibel,” kata Mamato, sapaannya.

Film-film dokumenter lainnya karya KPP, sebut Mamato, mengangkat aneka fenomena. Mulai dari Pandemi Covid-19, LGBT hingga isu radikalisme terorisme. Film, disebutnya, sebagai media yang mudah untuk menyajikan suatu fenomena dan kemudian dibahas dengan diskusi bersama.

Wakil Kepala SMK N Jateng Bidang Humas dan Kerjasama, Heri Purnomo, mengemukakan sekolah ini bermodel boarding asrama, para siswanya dari 35 kabupaten/kota di Jawa Tengah. Sekolah ini sejak ada sejak tahun 2014 dan terus berkembang. Sekarang ada di SMK N Jateng di Pati dan SMK N Jateng di Purbalingga, itu yang boarding. Selain itu ada pula di 15 lokasi lain yang semi boarding. Terobosan di dunia pendidikan seperti ini, dilakukan untuk tetap memberikan kesempatan mereka yang berkekurangan untuk mengakses dunia pendidikan.

“Syaratnya dari keluarga miskin. Di sini yang kami ubah pertama adalah karakternya, kami ajarkan sopan santun, unggah-ungguh. Semuanya gratis,” ungkap Heri.

Sekolah itu bekerja sama dengan berbagai perusahaan. Tujuannya agar nantinya setelah lulus terserap untuk bekerja. Saat ini, ada 6 siswa setempat yang belum lulus namun sudah diterima bekerja di Jakarta, bergaji Rp4juta per bulan. Namun, karena masih berstatus siswa, maka uang makannya tetap diberikan ke mereka.

“Mereka ini tetap lanjut (sekolah) daring. Di sini saat lulus, yang mewisuda Pak Gubernur (Ganjar Pranowo),” ungkap Heri.

Mulai Selasa kemarin, sudah dibuka pendaftaran untuk SMK N Jateng ini, kuotanya sekira 700 siswa. Di akhir acara pemutaran film itu, seorang alumni SMK N Jateng yang berkuliah di Polbangtan Bogor Fika Ayu Riskiani dari Cilacap, berbagi kisah via video call (eka/aha)

CATEGORIES
Share This

COMMENTS

Wordpress (0)