Peringatan 72 Tahun Peristiwa Djokja Kembali Diperingati Secara Sederhana

Foto: Dok Bagus Priyana/wartamagelang.com

Sarasehan sejarah tentang “Djokja Kembali”  di Dinas Kebudayaan DIY Jl. Cendana Kota Yogyakarta. Minggu (27/06/2021). Foto: Dok Bagus Priyana/wartamagelang.com

Jogjakarta (wartamagelang.com) – Bertempat di Dinas Kebudayaan DIY Jl. Cendana Kota Yogyakarta digelar acara untuk Memperingati 72 Tahun Peristiwa Djokja Kembali, pada hari Minggu (27/06/2021). Perhelatan itu digelar oleh komunitas Djokjakarta 1945 bekerja sama dengan Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) DIY khususnya Bidang Sejarah.

“Ada 2 gelaran acara yakni Sarasehan sejarah tentang “Djokja Kembali” dan Lomba Lukis tingkat Lanjut Usia dengan mengambil tema “Merefleksikan Peristiwa Djokja Kembali Dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara“,” ungkap Eko Isdianto, ketua Djokjakarta 45 yang akrab dipanggil Penyo tersebut.

Pada kegiatan Sarasehan kali ini, menghadirkan 3 narasumber yaitu Baha’uddin dari Fakultas Ilmu Budaya/FIB UGM, Kapten (CAJ) Yanti Murdiani, Kepala Museum Pusat TNI AD Dharma Wiratama Yogyakarta, dan Bagus Priyana dari Komunitas KOTA TOEA MAGELANG.

Sebagaimana diketahui bahwa pasca Serangan Umum 1 Maret 1949, terjadi berbagai peristiwa yang pada akhirnya pada 29 Juni 1949, Belanda meninggalkan wilayah Jogjakarta menuju Semarang. Lalu wilayah Jogja kembali ke pangkuan RI. Peristiwa inilah yang dikenal dengan peristiwa “Djokja Kembali”. Masa pasca 1 Maret 1949 inilah yang dikenal dengan nama Masa Transisi/Peralihan.

Baha’uddin mengambil tema tentang peran tokoh-tokoh politik dalam masa transisi pemerintahan di masa pasca Serangan Umum 1 Maret 1949. Peran tokoh politik seperti Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan Sri Paku Alam VIII sebagai dwi tunggal di Jogja tak bisa dikesampingkan ketika Sukarno-Hatta sebagai dwi tunggal nasional harus ditawan oleh Belanda. Kedua tokoh di daerah ini memiliki peran besar terhadap keberlangsungan Republik di Yogyakarta.

“Selain sebagai raja, peran Sultan Hamengkubuwono IX sebagai Menteri Koordinator Keamanan begitu penting karena beliau juga menerima mandat dari Presiden Sukarno pada 1 Mei 1949 untuk menerima kembali kekuasaan baik sipil maupun dari militer dari Belanda,” kata Baha’uddin.

Sementara itu Kapten (CAJ) Yanti Murdiani mengambil tema tentang peran militer dalam Serangan Umum 1 Maret 1949. Selama ini, peran Letkol Suharto begitu menonjol. Padahal masih ada tokoh militer lainnya yang berperan strategis, seperti Panglima Divisi III Mayjen Bambang Sugeng, dan tokoh militer lainnya, termasuk mengungkap peran Jenderal Sudirman dengan perang gerilyanya.

Selama Agresi Militer Belanda ke 2, Yogyakarta jatuh ke tangan Belanda termasuk Presiden, Wakil Presiden dan beberapa menteri negara ditangkap dan diasingkan ke luar Jawa. Hanya saja Sultan HB IX tetap berada di Yogyakarta bahkan dari beliaulah muncul ide untuk melakukan Serangan Umum di siang hari secara masif terhadap kedudukan Belanda dan dilakukan secara serempak.

Ide Sultan HB IX ini kemudian disampaikan ke Panglima Jendral Sudirman, dan Panglima Besar Sudirman menyetujuinya.

“Panglima Jendral Sudirman memerintahkan Bapak Bambang Sugeng sebagai Panglima Divisi III untuk merencanakan lebih detail lagi,” tutur Kapten (CAJ) Yanti Murdiani.

Dari hasil rapat di lereng Gunung Sumbing (Benteng Sumbing) dalam pertemuan pimpinan militer maupun sipil, akhirnya diputuskan serangan umum dilakukan pada siang hari, dan dilakukan secara serempak. Setelah kesepakatan dicapai perintah pelaksanaan disampaikan kepada Letkol Soeharto sebagai pelaksana di Yogyakarta.

Serangan Umum 1 Maret 1949 sukses terlaksana, dan akibat Serangan Umum 1 Maret 1949 menjadi perhatian dunia Internasional,  dan membuktikan jika Republik Indonesia masih ada.

Sedangkan Bagus Priyana, membidik kondisi perekonomian dan pendidikan di masa transisi (pasca 1 Maret 1949) kala Belanda menguasai Jokjakarta. Perekonomian di saat itu memang mengalami masa yang sulit karena beredarnya 2 mata uang, yakni uang federal milik Belanda dan uang ORI (Oeang Republik Indonesia). Akibatnya terjadi kurs kedua mata uang mengalami fluktuatif yakni 1:500, 1:130 & 1:90.

“Menguatnya nilai tukar uang ORI disebabkan oleh kegigihan rakyat, yang tetap mempertahankan menggunakan uang ORI sebagai alat pembayaran yang sah,” tegas Bagus.

Di bidang pendidikan, ungkap Bagus, selama perang banyak sekolah yang tutup. Akhirnya Kementerian Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan membuat aturan yang mengatur pembukaan sekolah pasca Belanda meninggalkan Jokjakarta.

“Sekolah Rakyat Negeri dibuka kembali pada 5 Juli 1949 pukul 08.00 pagi,” tambah Bagus.

Acara sederhana ini berjalan dengan baik dan lancar dengan penerapan Protokol Kesehatan terhadap Covid-19 yang sangat ketat dengan peserta terbatas. (wq)

 Sarasehan sejarah tentang "Djokja Kembali"  di Dinas Kebudayaan DIY Jl. Cendana Kota Yogyakarta. Minggu (27/06/2021). Foto: Dok Bagus Priyana/wartamagelang.com

Panitia, Narasumber dan Moderator Sarasehan sejarah tentang “Djokja Kembali”  di Dinas Kebudayaan DIY Jl. Cendana Kota Yogyakarta. Minggu (27/06/2021). Foto: Dok Bagus Priyana/wartamagelang.com

CATEGORIES
Share This

COMMENTS

Wordpress (0)