Layangan, Hobi untuk Semua Kalangan, Disukai Anak hingga Orang Tua
Meski bulan Oktober sudah memasuki musim hujan, kegemaran bermain layangan rupanya masih berlangsung dan tak surut. Tak sedikit yang masih ‘ngulukke’ mainan yang terbuat dari kertas ini ke angkasa.
Ada juga yang memanfaatkan momen ini untuk memproduksi mainan berusia ribuan tahun ini. Sebagaimana yang dilakukan oleh Ranto (35) warga Dusun Dawung Desa Banjarnegoro Mertoyudan Magelang.
Setiap musim kemarau tiba, khususnya di bukan April, Ranto mulai menyiapkan biah-bilah bambu untuk dirakitnya menjadi layangan warna-warni aneka bentuk.
Pembeli hasil karyanya berasal dari penggemar layangan di kampungnya. Tak sedikit juga dari tetangga kampung dan warga perumahan sekitar ia tinggal yang membelinya.
“Ada juga yang dari luar desa. Terutama pelanggan lama,” ungkap Ranto.
Layangan yang dibuatnya seperti burung hantu, kubus, tokoh superhero Batman, pesawat terbang dan lainnya. Iapun menerima pesanan layangan sesuai keinginan dari pemesannya.
Harga yang dipatok untuk layangan biasa sebesar Rp2.000,-, tokoh superhero seperti Batman Rp20.000,-, gambar ikan Rp25.000,- dan pesawat Rp75.000,-.
Khusus untuk layangan 3 dimensi seperti pesawat, akan duji coba terbang dulu oleh Ranto. Hal ini supaya tidak mengecewakan pembelinya. Layangan yang paling banyak peminatnya adalah berbentuk burung hantu.
“Saya ingin pembeli puas. Maka harus diuji coba dulu,” tandasnya.
Ranto menjelaskan jika untuk membuat layangan membutuhkan waktu yang berbeda-beda. Misalnya untuk jenis layangan ikan membutuhkan waktu sehari, sedangkan jenis pesawat memakan waktu 2 hari. Yang paling cepat adalah membuat layangan biasa. Dalam waktu 1 jam 4 layangan berhasil dibuatnya.
Meski di jaman kini sudah mengalami kemajuan, tetapi tak sedikit anak-anak yang membeli karyanya. Peminatnya bertambah banyak meski ada dunia mainan anak tergerus oleh hadirnya smartphone (hape).
Seperti halnya Daniel (13), warga setempat yang menjadi pelanggan tetap layangan karya Ranto. Ia sudah membeli puluhan layangan yang dimainkannya setiap sore. Daniel menyukai layangan biasa untuk ‘sangkutan’ atau aduan dengan penggemar layangan lainnya.
Dengan memanfaatkan pekarangan kosong, Daniel menyalurkan hobinya. Bermain layangan merupakan kepuasan baginya.
“Saya suka layangan, hobi ini sangat mengasyikkan. Apalagi saya sekolah sedang libur karena pandemi korona. Main layangan ini bisa menghilangkan kejenuhan saya,” kata Daniel.
Tak kalah serunya yang disampaikan oleh Kelik Aljabar (59), warga Kampung Sekaran Desa Banyurojo Mertoyudan, tak jauh dari Kampung Dawung yang ditemui saat membeli layangan karya Ranto.
Baginya, layangan tak terpisahkan dari masa kecilnya. Kelik menceritakan jika dulu saat menerbangkan layangan, ia menggunakan ‘sendaren’, semacam sebuah alat yang bisa berbunyi keras yang terbuat dari pita kaset dan dipasang pada bagian layangan. Karena saat ini pita kaset sudah sulit dicari, ia sudah jarang menggunakannya.
Kini meski sudah berusia lebih dari setengah abad, Eko masih suka menerbangkan layangan di belakang kampungnya. Yang diterbangkannya layangan hias, bukan layangan aduan.
Ciri layangan hias salah satunya memiliki ekor panjang. Dengan ekor panjang ini menandakan layangan itu bukan untuk aduan dan tidak boleh ‘disangkut’.
Ada sebuah cerita menarik bagi Kelik. Pada era tahun 1970-an, saat ada layangan yang putus, banyak anak-anak yang berlarian memburu layangan tersebut. Ada juga yang membawa ‘carang’ panjang untuk meraihnya. ‘Carang’ adalah ranting batang bambu berukuran panjang.
Meski yang membawa ‘carang’ sudah berhasil mendapatkan layangan, tapi para pemburu layangan akan berusaha mengambil layangan itu.
“Pokoknya senang banget rasanya karena ramai banget. Bertambah senang jika berhasil mendapatkan layangan itu. Makin banyak layangan yang didapat, makin bangga,” kata Kelik.
Kelik juga menambahkan jika di Magelang ada toko legendaris yang menjual layangan yakni Toko Bahde di Sablongan. Toko ini termasuk komplit menjual layangan dan perlengkapannya seperti benang, bahan gelasan dll.
Untuk membeli layangan itu, tak segan-segan Kelik dan kawannya berjalan kaki atau naik sepeda sejauh 7 kilometer dari rumahnya ke toko itu.
Kelik masih mengingat, salah satu merek layangan ternama yakni Cipacing. Bahkan agar menghasilkan benang berkualitas, Kelik membuat benang gelasan sendiri dengan bahan yang dibeli dan dibuatnya. Misalnya untuk ancur ia beli di Toko Bahde. Lalu campurannya berupa bubuk kaca semprong dan bola lampu bekas.
Ada juga yang dicampuri dengan telur busuk atau telur katak. Campuran ini dibuat agar menghasilkan benang yang tajam. Agar benang gelasan bikinannya makin lebih menarik ditambahi pewarna.
Jika anda berminat dengan layangan karya Ranto, bisa dihubungi di 081327675686. (bgs)