Ini Cara Santriwati Pondok Pesantren Selamat Magelang Memperingati Hari Kartini
KOTA MAGELANG (wartamagelang.com) – Berbagai cara dilakukan untuk memperingati perayaan hari kelahiran RA Kartini setiap 21 April. Seperti yang dilakukan para santriwati Pondok Pesantren Selamat Magelang, yang membacakan Surat-surat Kartini secara bergantian.
Berlokasi di area sekitar Pondok Pesantren, Rabu (21/04/2021) sore menjelang berbuka puasa, surat demi surat dibaca para santriwati ini dengan penuh penghayatan. Iringan suara gender, saron, dan bonang ditabuh tiga santriwan.
Sembilan santriwati bergantian pula membaca surat-surat Kartini. Beberapa santriwati lain berdiri di belakang mendengarkannya dengan penuh seksama. Kemudian di akhir acara, para santriwati bersama-sama menyanyikan lagu Ibu Kita Kartini.
salah satu santriwati, Lala, 20, mengaku, saat membacakan surat tertanggal 25 Mei 1899 untuk Zeehandelaar ini butuh beberapa hari untuk bisa menghayati isi surat Kartini tersebut.
“Saya belum membaca surat yang lainnya, tapi bisa menangkap perjuangan Kartini terkait pengangkatan derajat perempuan. Lewat surat ini saya tahu sejarah Kartini untuk menjunjung kesetaraan laki-laki dan perempuan,” katanya.
Mahasiswi STAIA Syubbanul Wathon Magelang ini pun mengaku akan membaca dan mempelajari surat-surat Kartini yang memiliki nilai sastra tersebut.
“Saya rasa surat-surat ini perlu diketahui para perempuan secara luas agar roh perjuangan Kartini betul-betul kita resapi dan pahami,” ucapnya.
Sementara penyair Kota Magelang sekaligus penggagas kegiatan, ES Wibowo, mengungkapkan, butuh waktu sekitar satu minggu guna mempersiapkan pementasan pembacaan sembilan surat Kartini ini. Terlebih, kata ES Wibowo, para santri belum terbiasa dengan surat-surat ini, sehingga perlu latihan dan bimbingan.
“Awalnya diskusi setiap malam dengan Pengasuh Pondok Selamat, KH Abdurrosyid guna memikirkan bagaimana pemikiran-pemikiran Kartini dalam buku Habis Gelap Terbitlah Terang ini bisa nitis ke semangat dan jiwa para santri,” tandasnya.
ES Wibowo menyebutkan, dirinya membebaskan para santri untuk berekspresi saat tampil. Mereka tanpa skenario, blocking, panggung, dan instalasi tempat. Mereka pentas apa adanya di area pondok yang menyatu dengan alam.
Meski begitu, pentas terasa unik karena mereka tidak hanya pentas di hadapan manusia, tapi juga daun, pohon, ikan, pot bunga, dan lainnya.
“Acara ini tidak dikemas untuk hiburan, tetapi untuk menangkap pesan religiusitasnya,” ungkapnya.
ES Wibowo secara pribadi menilai sosok Kartini sebagai orang yang jenius dan hidupnya didedikasikan demi kemajuan bangsa kesetaraan gender, dan pembebasan dari kebodohan (coi/aha)