Dicari Selama Puluhan Tahun, Lagu Indonesia Raya Karangan WR Supratman Justru Ditemukan di Magelang

WR Supratman sebagai cover sebuah buku berjudul ‘Sedjarah Lagu Kebangsaan Indonesia Raya’ oleh Kasansengari tahun 1966.
(foto Dok Bagus Priyana)

-Lagu ‘Indonesia Raya’ jelas bukan lagu kebangsaan yang dipaksakan. Ia dilahirkan bersama-sama dengan sumpah Tri Prasetya ‘Satu Bangsa, Satu Tanah Air, Satu Bahasa’ pada tahun 1928-

Begitulah petikan sambutan Kolonel TNI Soekotjo, Wali Kota Kepala Daerah Kotamadya Surabaya di buku berjudul ‘Sedjarah Lagu Kebangsaan Indonesia Raya’ tahun 1966

JIKA menengok sejarah, lagu kebangsaan Indonesia yaitu ‘Indonesia Raya’ merupakan karya dari WR Supratman. Lagu ini pertama kali berkumandang di acara Kongres Pemuda II pada 28 Oktober 1928 yang mencetuskan Sumpah Pemuda.

Sesudah lagu itu berkumandang, selang 13 hari kemudian, koran Sin Po menerbitkannya dalam bentuk lirik lagu lengkap dengan partiturnya atau not balok berjudul ‘Indonesia’. Koran Sinpo tersebut terbit pada 10 November 1928 dengan edisi nomer 293. Koran Sin Po menjadi media massa pertama yang memuat lagu tersebut. Kelak lagu ini menjadi lagu kebangsaan negara Indonesia berjudul ‘Indonesia Raya’.

Pada saat itu, melihat situasi yang demikian, pemerintah Belanda menganggap lagu itu membahayakan kepentingan penjajahan dan merugikan politiknya. Maka segeralah, diadakan pelarangan menyanyikan lagu itu. Akibat pelarangan itu, arsip lagu itu menjadi langka. Termasuk koran Sin Po edisi nomer 293 tanggal 10 November 1928 itu.

Koran Sin Po edisi nomer 293 tanggal 10 November 1928 yang memuat lirik dan partitur lagu ‘Indonesia’ karya WR Supratman pada sisi kanan halam koran
(Foto Dok Bagus Priyana)

Pada 20 Mei 1974, Presiden Soeharto meresmikan sebuah gedung yang dijadikan Museum Sumpah Pemuda. Museum ini merupakan museum sejarah perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia yang berada di Jalan Kramat Raya No. 106, Jakarta Pusat dan dikelola oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Gedung ini dulunya merupakan tempat berlangsungnya Kongres Pemuda II pada tahun1928 silam.

Museum ini memiliki koleksi foto dan benda-benda yang berhubungan dengan sejarah Sumpah Pemuda 1928, serta kegiatan-kegiatan dalam pergerakan nasional kepemudaan Indonesia. Sebagai museum khusus, koleksi museum ini terdiri dari koleksi yang berhubungan dengan peristiwa Sumpah Pemuda. Pada tahun 2007, keseluruhan koleksi berjumlah 2.867 koleksi, salah satunya adalah biola milik WR Supratman.

Meski sudah berdiri sejak 1974, museum ini berusaha untuk mencari koran Sin Po edisi nomer 293 tanggal 10 November 1928 untuk melengkapi koleksinya. Edisi koran ini sangat penting sekali mengingat menjadi bagian penting perjuangan bangsa Indonesia.

Setelah proses pencarian selama 46 tahun, koran Sin Po edisi nomer 293 tanggal 10 November 1928 akhirnya berhasil diketemukan tim Museum Sumpah Pemuda. Lokasinya justru ada di Magelang. Adalah koleksi milik founder dan koordinator di komunitas sejarah KOTA TOEA MAGELANG, yakni Bagus Priyana.

Tepat pada Selasa Wage 11 Agustus 2020, tim Museum Sumpah Pemuda yang terdiri dari empat orang berkunjung ke Magelang yaitu Eko Septian (Kurator), Eli Herlina (Registrar) dan Setyo Wahyuni (Konservator), dan Hidayatul Wildan (dokumentasi). Proses penyerahan koleksi ke museum tersebut dilakukan di rumah Bagus Kampung Dukuh di Kelurahan Magelang.

Lirik lagu dan partitur lagu ‘Indonesia’ karya WR Supratman yang dimuat di koran Sin Po edisi nomer 293 tanggal 10 November 1928 pada sisi kiri (foto Dok Bagus Priyana)

Bagus Priyana mengatakan, Koran Sin Po sendiri berbentuk majalah, tapi lebih populer disebut dengan koran. Ukurannya sama dengan ukuran majalah sekarang ini. Bentuknya dalam satu bendel berisi 15 edisi dari edisi nomer 288 hingga 303 (minus edisi nomer 292) dengan tanggal terbit dari 6 Oktober 1928 hingga Januari 1929. Sedangkan yang memuat lagu ‘Indonesia’ ada di edisi nomer 293 10 November 1928. Sin Po sendiri terbit setiap 2 mingguan.

Bagus mengaku, dirinya sudah memiliki koran Sin Po itu sekitar tahun 2016. Ia mendapatkannya dari seorang relasinya. Kondisi sampul bendel dilapisi kertas tebal yang sudah berlubang karena dimakan kutu. Tetapi bagian dalamnya masih terjaga dengan baik.

Bagus mengatakan, awalnya, ia kurang begitu paham dengan koran tersebut. Namun karena ketekunan dan kesukaannya mengumpulkan sumber atau data sejarah, koran tersebut pun berhasil dikoleksinya.

“Saya merasa tergugah kesadaran nasionalismenya, ketika museum tersebut justru tidak memiliki sebuah arsip penting tersebut. Intinya, alasan utama saya menyumbangkan koran Sin Po itu adalah demi satu nusa, satu bangsa dan satu bahasa yakni Indonesia,” kata Bagus sambil mengepalkan tangan.

Bagus berharap, dengan menjadi koleksi museum, Koran Sin Po tersebut dapat dijadikan sebagai pembelajaran penting bagi masyarakat dan para generasi muda. Juga untuk menggugah kesadaran berbangsa dan bernegara bagi bangsa Indonesia yang beragam ini.

Apalagi, menurut Bagus, dirinya pun pernah memerankan dr. RCL Senduk, perwakilan Jong Celebes, dalam Kongres pemuda I (1926) dan II (1928) di film biopik berjudul ‘Wage’. Film Wage ini sendiri menceritakan tentang perjuangan WR Supratman.

“Hal inilah yang memperkuat hubungan emosional saya dengan lagu karya WR Supratman itu,” imbuhnya.

Bagus menekankan, walaupun benda bersejarah itu sudah ditemukan, bukan berarti proses menumbuhkan jiwa nasionalisme masyarakat Indonesia sudah selesai dan tidaklah berhenti begitu saja.

“Proses itu akan terus berjalan karena semua itu demi SATU NUSA, SATU BANGSA dan SATU BAHASA yaitu INDONESIA,” pesannya.

Proses penyerahan bendel koran Sin Po dari Bagus Priyana kepada Museum Sumpah Pemuda Jakarta. Koran Sin Po ini di dalamnya terdapat salah satu edisi yang memuat lirik dan partitur lagu ‘Indonesia’ karya WR Supratman (Foto Dok Narwan)

Kurator Museum Sumpah Pemuda, Eko Septian mengatakan jika nantinya koran tersebut akan difumigasi terlebih dahulu sebelum didisplay di ruang museum. Dan yang terpenting lagi, menurut Eko, koran Sin Po itu akan diusulkan sebagai benda cagar budaya tingkat nasional.

Eko menambahkan bahwa koran Sin Po ini teramat penting mengingat secara komplit mencantumkan lirik dan partitur (not balok) lagu ‘Indonesia’. Terlebih sesudah Sin Po menerbitkannya, memang ada lagu ‘Indonesia’ yang disebarluaskan, tapi tak lengkap karena tak ada partiturnya.

“Seandainya tidak ada partiturnya, tentu teramat sulit untuk mengetahui seperti apa sebenarnya lagu ini,” imbuhnya.

Eko mengaku, pencarian panjang koran Sin Po edisi 10 November 1928 itu memakan waktu selama 46 tahun sejak museum itu berdiri pada 1974. Dan misal dihitung, kata Eko, memakan waktu 92 tahun sejak awal penerbitannya.

Sementara Kepala Museum Sumpah Pemuda Titik Umi Kurniawati, yang dikutip dari IG Museum Sumpah Pemuda, mengungkapkan, untuk melaunching koran Sin Po ini, museum mengadakan pameran menyambut 75 tahun Indonesia, bertajuk “Dibalik Layar Sumpah Pemuda” yang akan berlangsung mulai 25 Agustus 2020.

“Kami akan melakukan launching koleksi koran Sin Po dimana Sin Po adalah surat kabar yang pertama kali terdapat partitur lagu ‘Indonesia Raya’,” ungkapnya (bgs/aha)

CATEGORIES
Share This

COMMENTS

Wordpress (9)
  • comment-avatar
    Aldi 4 tahun

    harusnya lagu kebangsaan Indonesia raya yg 3 stanza mulai d perkenalkan sekarang,karena lagu itu adalah do’a untuk bangsa Indonesia…

  • comment-avatar
    Whellysukismorokm 4 tahun

    Ekspose seluas-luasnya lantaran terkait kepentingan kebangsaan Indonesia.

    • comment-avatar
      Ida Fitriyani 4 tahun

      luar biasa,aset bangsa yang mahal harganya,semoga tetap terjaga.

      • comment-avatar

        Alhamdulillah. Oleh Museum Sumpah Pemuda ditempatkan pada tempat terbaik di museum tsb. Termasuk akan diusulkan sbg benda cagar budaya nasional.

    • comment-avatar

      Iya. Terima kasih atas saran2nya. Kami juga bangga bisa berbuat sesuatu buat negeri ini.

  • comment-avatar
    AP 4 tahun

    Keren, suka banget

  • comment-avatar
    Mas Nino 4 tahun

    Mas Gubernur KTM, aku kok gek ngerti nek jenengan nyimpen koran Kuwi. Wah, jiaaaan…salut sama jenengan. Konsisten untuk merawat sejarah bangsa.