Bahasa Daerah atau Bahasa Asing: Mana yang Lebih Penting Untuk Generasi Muda?
Kemahiran dalam berbahasa asing, terutama bahasa Inggris, sering dianggap sebagai syarat utama kesuksesan baik dalam dunia pendidikan maupun dunia kerja. Tak heran jika saat ini banyak orang tua lebih memilih mendorong anak-anak mereka untuk mengikuti les bahasa asing daripada mengenalkan bahasa daerah. Namun, di tengah era modern seperti ini sering kali muncul pertanyaan: apakah bahasa asing jauh lebih penting dibandingkan bahasa daerah untuk generasi muda saat ini?
Mempelajari bahasa asing memang membuka banyak peluang. Menguasai bahasa Inggris memungkinkan seseorang untuk berkomunikasi secara internsional, mengakses pengetahuan global, bahkan bersaing di tenaga kerja global. Indonesia menempati peringkat ke-79 dari 113 negara dalam EF English Proficiency Index 2023, yang menunjukkan bahwa Indonesia masih perlu meninngkatkan kemampuan bahasa asingnya untuk bersaing secara global.
Namun, bahasa daeraah juga memegang peran yang tak tergantikan di balik pentingnya bahasa asing. Bahasa daerah memiliki fungsi sebagai alat komunikasi, sarana budaya, nilai-nilai lokal, sekaligus identitas budaya. Menurut UNESCO, bahasa merupakan komponen penting dari warisan budaya non-benda suatu negara. Sayangnya, berdasarkan data dari Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (2022), dari 718 bahasa daerah yang ada di Indonesia terdapat setidaknya 11 diantaranya telah punah dan sebanyak 19 bahasa lainnnya berada dalam kondisi kritis karena semakin sedikit penutur asli bahasa tersebut dan sudah jarang generasi muda yang menggunakannya.
Fakta ini cukup mengkhawatirkan. Saat ini banyak anak muda yang tidak mampu berbahasa daerah karena tidak terbiasa mengucapkannya sedari kecil. Orang tua, kakek, dan nenek mereka cenderung mengajarkan bahasa Indonesia, bahasa Ingggris, atau bahasa campuran Indonesia-Inggris walaupun terkadang bahasa Inggris yang diajarkan adalah bahasa gaul. Mereka bangga dengan kemampuan yang dimiliki oleh anak dan cucu mereka.
Fenomena seperti ini menunjukkan adanya ketidakseimbangan mengenai penanaman nilai-nilai bahasa. Bahasa asing menjadi simbol “kemajuan” sedangkan bahasa daerah sering kali dianggap oleh sebagian orang “ketinggalan zaman”. Dua hal ini tidak seharusnya menjadi perbandingan atau pertentangan. Keduanya sama-sama pentig dalam kehidupan manusia. Bahasa asing penting guna membuka cakrawala dunia. Sedangkan bahasa daerah juga penting untuk menjaga akar budaya sekaligus identitas suatu daerah.
Mengenai hal ini solusi yang dapat diterapkan yakni menciptakan keseimbangan. Dunia pendidikan harus mampu untuk mengintegrasikan kedua secara proporsional. Contohnya sekolah tetap mengajarkan bahasa daerah menggunakan metode yang menarik dan menyediakan fasilitas bagi anak-anak yang ingin mempelajari bahasa daerah seperti ekstrakulikuler bahasa daerah. Begitu juga dengan bahasa Inggris, sekolah juga harus mengajarkan bahasa Inggris dengan menarik dan menyediakan fasilitas fasilitas bagi anak-anak yang ingin mempelajari bahasa daerah seperti ekstrakulikuler English Club.
Sebagai generasi muda, kita tentu ingin menjadi bagian dari dunia yang lebih luas. Namun, layaknya pohon yang menjulang tinggi ke langit, kekuatannya bergantung pada akar yang menghujam ke tanah. Bahasa asing mungkin menjadi gerbang menuju masa depan yang gemilang, akan tetapi bahasa daerah adalah akar yang meneguhkan kita. Tanpa bahasa daerah, kita tidak hanya kehilangan sarana komunikasi, tetapi juga melepaskan sebuah warisan budaya, nilai leluhur nenek moyang, sekaligus jati diri yang seharusnya kita jaga.
Penulis Opini : Lukluk Shafwatu Niswa
Editor : Freddy Sudiono
(wq)