BPPTKG Belum Akan Naikkan Status Gunung Merapi
MAGELANG (wartamagelang.com) – Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) belum akan menaikkan status Gunung Merapi. Hingga kini, status Gunung Merapi masih dinyatakan dengan status Siaga per 5 November 2020.
Hal ini disampaikan Kepala BPPTKG Hanik Humaida, Jum’at (20/11/2020) saat kunjungan ke TEA Deyangan Kecamatan Mertoyudan Kabupaten Magelang bersama Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Letjen TNI Doni Monardo, dan Wakil Gubernur Jawa Tengah Taj Yasin Maimoen. Hanik menyampaikan pihaknya belum ada rencana untuk menaikkan status Gunung Merapi.
“Belum. Ya, nanti kita lihat data-datanya ya,” katanya.
Hanik mengkonfirmasi bahwa perkembangan terakhir bahwa Gunung Merapi ini semakin menunjukkan bahwa magma semakin menuju permukaan. Itu mungkin, kata Hanik, untuk informasi terkini Merapi saat ini.
“Jadi, namun sampai dengan data saat ini saya sampaikan bahwa ini tidak seperti tahun 2010. Kalau kita prediksikan seperti tahun 2006, kira-kira ekplosif seperti itu. Jadi nanti kira-kira ada kubah lava, kemudian nanti ada awan panas,” ujarnya.
Hanik menyampaikan bahwa untuk potensi daerah bahaya juga ada di sisi tenggara. Meskipun, kata Hanik, guguran Gunung Merapi sering terjadi di wilayah barat. Untuk itu, tambahnya, potensi bahaya tetap ada di bagian tenggara serta barat.
“Potensi daerah bahaya juga ada di sisi tenggara karena bukaan kawah itu ada sisi tenggara, maka potensi masih ada di sisi tenggara. Namun demikian, karena guguran itu beberapa kali terjadi pusatnya ada disisi barat, barat laut. Sehingga kemungkinan potensi ada juga di arah barat dan barat laut,” imbuhnya.
Saat disinggung mengenai guguran sering mengarah ke barat dengan potensi bahayanya, Hanik membenarkan hal tersebut. Untuk itulah, kata Hanik, pihaknya telah menentukan jarak 5 km sebagai kewaspadaan.
“Otomatis sekarang kan kita sudah menentukan jarak 5 km untuk dari sisi barat laut sampai dengan tenggara, itu adalah jaraknya 5 km. Untuk mulai dilakukan kewaspadaannya itu. Guguran bahaya, tapi ini bukan lava baru, bukan lava pijar ya, ini yang terjadi guguran ini adalah material-material lama, sisa-sisa lava yang lama. Jadi, ada di atas itu ada lava 98, jadi lava erupsi sisa erupsi tahun 1998, kemudian ada juga lava 48, artinya sisa erupsi tahun 1948. Nah dilava-lava itu yang sering terjadi guguran pada saat ini,” bebernya.
“Rekomendasinya masih sama karena yang jarak 5 km, tidak KRB III keseluruhan juga ya. Artinya sebagian dari KRB III yang jarak 5 km,” ucapnya.
Hanik juga menjelaskan bahwa untuk deformasi saat ini masih sering terjadi. Bahkan, menurutnya, sudah ada kawah namun belum ada kubah lava.
“ Deformasi sama masih terjadi ya, karena desakan magma sudah semakin menuju permukaan tentunya ini ada deformasi pemendekan jarak atau antara titik ukur dengan yang ada. Kawah ada. Kubah lava belum ada,” tukasnya (coi/aha)