Imbas Kenaikan Harga BBM, PDAM Kota Magelang Belum Berencana Naikkan Tarif Air

PERBAIKAN JARINGAN : Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Magelang melakukan perbaikan jaringan pipa di beberapa titik (Dok istimewa)

KOTA MAGELANG (wartamagelang.com) Biaya perawatan dan operasional Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Magelang naik 20 persen imbas kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) dan tarif daftar listrik (TDL). Namun demikian, PDAM Kota Magelang belum berencana menaikkan tarif air kepada sekitar 30.000 pelanggan tetapnya.

Direktur Utama PDAM Kota Magelang, Muh Haryo Nugroho mengaku, kenaikan harga BBM dan TDL berpengaruh terhadap penambahan biaya operasional. Selama ini, kata Haryo, PDAM Kota Magelang menggunakan dua pompa untuk memasok air dari dua sumber air yaitu Tuk Kanoman dan Tuk Pecah.

Haryo menjelaskan, tenaga listrik difungsikan untuk memompa air ke bak penampungan sebelum akhirnya didistribusikan ke masyarakat. Sedangkan BBM dijadikan alternatif ketika listrik padam.

Menurutnya, di dua sumber mata air tersebut memang harus menggunakan pompa. Sebab, topografi di Tuk Kanoman dan Tuk Pecah ini lebih rendah dibanding bak penampungan dan pemukiman warga.

Untuk menjalankan kedua pompa itu, tagihan listrik yang harus dibayar mencapai Rp500 juta per bulan. Jumlah itu naik Rp50 juta dibanding sebelumnya, karena terkena imbas kenaikan TDL.

”Pengaruh terbesar kenaikan biaya operasional pompa ini karena TDL naik. Meskipun kita berhasil melakukan efisiensi. Kalau tidak ada efisiensi kemungkinan tagihan listrik bisa mencapai Rp600-700 juta per bulan,” kata Haryo, kemarin.

Haryo menuturkan, selain TDL, kenaikan harga BBM juga berpengaruh terhadap operasional PDAM Kota Magelang, seperti truk tangki dan bahan bakar pengganti ketika listrik padam. Setiap satu jamnya, menurut Haryo, konsumsi BBM mencapai 50 liter untuk mengaktifkan kedua pompa itu.

”BBM ini jadi alternatif ketika listrik padam. Karena walaupun mati lampu, tapi pasokan air ke masyarakat harus tetap lancar. Kita menggunakan BBM nonsubsidi untuk operasional dua pompa pada saat listrik mati,” tandasnya.

Haryo menyebutkan, jika mengacu harga Dexlite pada Maret 2022 lalu sebesar Rp 12.950 per liter, maka dibutuhkan Rp 647.500 setiap jamnya untuk menyalakan dua pompa yang ada. Sedangkan setelah kenaikan harga Dexlite menjadi Rp17.100, maka biaya yang dikeluarkan pun turut bertambah menjadi Rp 855.000 per jamnya.

”Ditambah dengan biaya perawatan, seperti pemeliharaan dan penggantian pipa, hampir semuanya mengalami kenaikan. Bisa dikatakan kalau sekarang ini PDAM hanya ‘pok-pokan’ (tidak untung tidak rugi),” imbuhnya.

Haryo mengunkapkan, pendapatan PDAM Kota Magelang tercapai sekitar Rp3,3 miliar. Jumlah tersebut dikurangi pelanggan wanprestasi dengan asumsi sebesar 10 persen atau Rp333 juta. Sedangkan pengeluaran operasional mencapai Rp1,3 miliar per bulan.

”Ditambah lagi untuk pengeluaran seperti beban karyawan, pemeliharaan, perawatan rutin seluruh peralatan yang dimiliki PDAM. Kami ditarget Pemkot Magelang bisa menyetorkan ke kas daerah sebesar Rp1,9 miliar di tahun 2022 ini. Sedang untuk realisasi sampai dengan September 2022, baru tercapai Rp1,045 miliar. Makanya kami akan genjot terus di sisa tahun ini,” ucapnya.

Meskipun hampir semua pengeluaran PDAM Kota Magelang bertambah karena berbagai faktor, namun pihaknya belum akan melakukan penyesuaian tarif air.

”Kita sudah lima tahun tidak ada kenaikan. Terakhir pada Januari 2016. Tarif yang saat ini kami berlakukan adalah tarif yang bisa dibilang dijual di bawah biaya produksi,” tuturnya.

Haryo memastikan, sejak 2016 hingga sekarang, tarif yang diterapkan sebesar Rp1.850 per meter kubik. Tarif ini diklaim menjadi yang terendah dari semua perusahaan air minum se-Jawa Tengah, jika dilihat dari topografi Kota Magelang yang berada lebih tinggi dari beberapa sumber mata air.

”Biaya operasional dibandingkan dengan daerah lain, mungkin Kota Magelang adalah yang termahal. Tapi tarifnya yang termurah dari pada daerah lain,” tukasnya (coi/aha)

CATEGORIES
Share This

COMMENTS

Wordpress (0)