Tugu Sa di Pucuk Tidar Akan Dikembalikan ke Bentuk Semula
Magelang (wartamagelang.com) –Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Magelang menyelenggarakan Focus Grup Discussion (FGD) Tugu Sa dengan sejumlah elemen masyarakat di Aula Kantor DLH, Selasa (4/1/2022). Dalam FGD tersebut Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Magelang memastikan akan mengembalikan bentuk Tugu Sa (Sa Sa Sa) di Gunung Tidar ke bentuk semula sebelum direnovasi.
FGD dipimpin langsung Kepala DLH Kota Magelang, OT Rostrianto dan Kepala UPT Kebun Raya Gunung Tidar, Yhan Noercahyo Wibowo. Dalam FGD juga hadir tiga Anggota DPRD Kota Magelang, yaitu Haryadi alias Bugel (Fraksi Golkar), Waluyo (Fraksi Demokrat), dan HIR Jatmiko (Fraksi Hanura) serta perwakilan dari Akmil, Letkol Ilham.
“Dari hasil FGD ini sudah jelas, masyarakat menginginkan bentuk Tugu Sa dikembalikan ke seperti semula sebelum direnovasi. Kami sepakat, setuju dan segera kita kembalikan ke bentuk semula,” kata OT Rostrianto usai FGD.
Dia menuturkan, FGD ini selain sebagai ajang silaturahmi sejumlah elemen masyarakat, juga sebagai sarana berbagi ilmu pengetahuan seputar Tugu Sa. Berbagai pihak yang diundang pun sangat terkait dengan Tugu Sa dan Gunung Tidar, seperti budayawan, seniman, pemerhati, warga setempat, wakil rakyat, Akmil, dan penulis sejarah.
Dalam kesempatan ini, Anggota DPRD Kota Magelang, Haryadi menegaskan, kawasan Gunung Tidar boleh ditata, tapi jangan dirubah. Ia pun menyayangkan ada perubahan signifikan wujud dari Tugu Sa yang menjadi isu kontroversial di masyarakat.
“Saya tidak mencari muara salahnya, sekarang ayo bikin Gunung Tidar ini tetap sakral. Jangan main-main dengan Gunung Tidar. Silahkan ditata, dan kita punya pedoman penataan Gunung Tidar ini bernama masterplan yang dibuat untuk menata serta jangan sampai ada pelanggaran,” jelasnya.
Disisi lain, Novo Indarto, penulis sejarah yang menjadi narasumber penting dalam FGD ini, terutama soal sejarah Tugu Sa, mengatakan sangat setuju denga diadakannya FGD ini.
“Sangat menarik FGD ini, karena belum pernah dilakukan. Jadi fakta sejarah bisa dikompilasikan dengan cerita tutur masyarakat. Selain itu, diharapkan hasil FGD mengerucut pada literasi yang bisa diakses oleh masyarakat maupun pengunjung Gunung Tidar.,” kata Novo.
Sedang budayawan Condro Bawono yang lebih dikenal dengan julukan Mbilung Sarawita, sangat menyayangkan ketidak hadiran warga Tulungagung yang memasang dan merubah Tugu Sa baru itu dalam FGD tadi. Maka otomatis para peserta FGD, yang semuanya kebetulan warga Magelang. langsung menyepakati ide untuk mengembalikan wujud Tugu Sa menjadi seperti semula.
“Namun saya masih punya pertanyaan yang mengganjal sebetulnya, wujud semula Tugu Sa itu yang versi kapan? Sebab, dalam FGD tadi juga terungkap pula bahwa Rasmadi, warga setempat, mengatakan bahwa bagian dasar tugu yang keramik merah itu, dialah yang mengerjakan dan memasang sebagai tukang, dan baru dilakukan sekitar 10 tahun silam. itu yang menggajal di saya sampai sekarang,” ujar Mbilung.
Sementara itu, Agung Begawan Prabu, selaku pemerhati Gunung Tidar yang pertama kali melontarkan protesnya atas perubahan wujud dan nama Tugu Sa, berterima kasih atas diselenggarakannya FGD ini, juga berterima kasih kepada semua yang peduli dengan situs-situs di Gunung Tidar termasuk Tugu Sa ini. Setidaknya FGD ini menambah wawasan, menambah pengetahuan kepada masyarakat terkait situs-situs yang ada di gunung Tidar.
“Jika situs-situs yang ada selama ini dimaknai secara independen dan bebas, sehingga muncul berbagai makna, berbagai persepsi tentang keberadaan situs-situs itu, terutama dengan FGD tadi makin terungkap tentang Tugu Sa yang selama ini dimaknai sebagai simbol paku tanah Jawa, sebetulnya tidak terlalu salah karena yang sebagai paku adalah Tidar nya itu sendiri secara luas. Jika secara spesifik memang banyak yang memaknai tugu itu sebagai simbol paku, itu juga tidak salah. Kedepan, saya berharap tentu dengan kejadian ini kita semua sebagai masyarakat, sebagai pecinta sejarah dan budaya, untuk lebih peduli denga situs-situs disekitar kita. Agar peninggalan dari pendahulu kita baik yang baru maupun yang lama, terjaga keberadaannya sehingga bisa menjadi bukti dan sebagai saksi untuk anak cucu kita kelak, tentang sejarah perjalanan bangsa ini,” pungkas Prabu. (wq with amani)