Sukimin, Pencetak Pelari Jarak Jauh Handal dari Magelang
Siapa yang tak mengenal Agus Prayogo dan Fery Junaedi? Keduanya adalah pelari nasional yang memiliki prestasi mengkilap mengharumkan nama bangsa di dunia lari jarak jauh.
Agus Prayogo pada 2019 berhasil memegang rekor nasional untuk lari trek 3000 m, 5000 m, 10000 m, 20 km dan half marathon (jarak 21km) dalam ajang Gold Coast Marathon di Australia serta berbagai kejuaraan lari lainnya (Sea Games, Asian Games dll).
Tapi siapa sangka, pada awal menjejak jalanan dan lintasan, keduanya ditempa oleh pelatih yang sama, Sukimin.
Di tangan (alm) Sukimin inilah yang tinggal di Kampung Cacaban Barat RT 2 RW 10 Magelang Tengah, Kota Magelang, yang kebetulan menemukan ‘berlian terpendam’ pada anak-anak berbakat yang masih tetangga satu kampung.
Sukimin yang lahir pada 30 September 1952 ini awalnya adalah seorang pelari otodidak (tanpa pelatih). Ia pernah mengikuti berbagai lomba lari di era tahun 1970 – 1980-an.
Kawan seangkatannya adalah kakak beradik Kasmo dan Kasbul dari Potrobangsan. Kasmo memiliki prestasi moncer karena pernah mengikuti Sea Games.
“Bapak seorang atlet dan beliau hoby dengan atletik karena merupakan olah raga yang murah,” tutur Hana Titah Utami (47), anak pertama Sukimin.
Usai menggeluti dunia atletik sebagai atlet, sambil ‘nyambi’ sebagai pegawai di PDAM Kota Magelang, Sukimin mencoba meretas jalan menjadi pelatih pada akhir tahun 1980-an. Ia pun mendirikan PASMA (Persatuan Atletik Seluruh Magelang) Club Atletik.
Pada periode awal ini, Sukimin merekrut anak-anak di kampungnya untuk dilatih, seperti Ferry Junaedi, si kembar Rudi Tertino dan Edi Lastino, Nur Azis, Marno, Sudibyo dan Hasan.
Kemudian ada Hana Titah (anak Sukimin), Shintawanti (kakak Agus Prayogo), Dian Kurniawati, Dian Gede, Siti Komsiah dan Eni Triwahyuni.
Hana sendiri juga merasakan kerasnya latihan ayahnya. Program yang ia lakukan juga sama dengan kawan yang lain. Setiap ada perlombaan 10K ia ikut serta.
“Saya ikut lomba ke Semarang, Temanggung, Bogor, Jakarta, Bandung, Jogya, Cepu dan sekitaran Jawa Tengah,” ujarnya.
Sedangkan Dian bergabung dengan Pasma saat kelas 2 SD tahun 1990. Setiap sore digembleng oleh Sukimin. Saking kerasnya, Dian merasa takut.
“Dulu kalau yang perempuan, paling merasa berat jika latihan ke arah Bandongan naik (Salam Kanci, Kalegen), itu yang bikin malas,” ujar Dian Kurniawati. Daerah Bandongan merupakan daerah pegunungan dengan kontur jalan menanjak.
Dian merasakan betul betatnya tempaan latihan yang diprogram oleh Sukimin. Tapi usaha kerasnya berbuah manis. Puluhan juara, piala dan piagam ia raih.
Dian dan atlet lainnya dibawa menjelajah aspal jalanan ke berbagai lomba 10K seperti ke Jakarta, Bandung, Bogor, Surabaya dan seputar Jawa Tengah dan DIY.
Yang menarik, setiap kali latihan dan berlomba, Dian selalu ‘nyeker’ alias tak bersepatu.
“Kalau memakai sepatu terasa berat, enak nyeker,” katanya.
Dian, Shinta dan Eni selalu bersaing dalam latihan dan perlombaan. Tak ayal, setiap kali ada perlombaan 10K, ketiganya bisa saling bergantian meraih juara.
Sementara itu, pada umur 10 tahun Agus Prayogo berhasil memenangkan juara pertama dalam Kejuaraan Porseni 1995 di Magelang. Ia bergabung dalam klub lari Pasma Club Atletik Magelang dan pada kelas 3 SMP, ia bergabung dalam klub Lokomotif Salatiga milik PJKA (kini PT KAI).
Sedangkan Ferry Junaedi, usai dari Pasma berpindah ke klub atletik ternama Dragon Salatiga pada sekitar tahun 1991-1992. Karena prestasinya yang bagus, Ferry direkrut di Pelatnas atletik di Pangalengan (Jawa Barat).
Demikian juga dengan si kembar Rudi Tertino dan Edi Lastino, dari Pasma berpindah ke Dragon pada sekitar tahun 1995-an.
Tak ketinggalan ada Fauzin dari Trasan Bandongan, selepas dari Pasma, ia berpindah ke Tiger Lokomotif Salatiga. Prestasinya pun cukup mentereng dengan sederet gelar juara nomor jarak jauh.
Ada juga Sus Margono alias Zus Morgan yang merasakan tangan dingin Sukimin pada era 1995. Selepas itu ia pindah ke Dragon Salatiga. Bahkan ia pernah tampil di PON Riau dan membela propinsi itu.
Ingatan memori juga melekat pada beberapa mantan atlet Pasma. Latihan keras dan disiplin diterapkan oleh Sukimin.
“Kalau program lari belum rampung ya belum selesai. Misalnya program lari 100 meter kali 50 atau 500 meter kali 30. Latihan dimulai sore sampai magrib. Meski hujan ya tetap dilanjutkan sampai rampung, pulangnya minum bubur kacang ijo,” ujar Agung, mantan pelari Pasma era tahun 1995.
Tempat latihan yang diterapkan pun bermacam-macam, misalnya lari trek di stadion Abu Bakrin atau Akmil, lari jalan raya, persawahan, tanjakan Gemulung dan Gunung Tidar, Taman Kyai Langgeng dan lainnya.
“Pernah lari rombongan dilepas dari Salaman ke Magelang sejauh 17 km, satu jam bisa kami tempuh,” ingatnya.
Sukimin meninggal pada 31 Januari 2019 dengan meninggalkan 3 anak (1 perempuan dan 2 laki-laki) dan 4 cucu. Jasanya akan selalu dikenang sepanjang masa oleh anak didiknya. (bgs)