Soekarsih, Kartini dari Magelang yang Peduli di Dunia Pendidikan
Kiprah perempuan jangan pernah dipandang sebelah mata. Siapa sangka dibalik kelembutan dan kefemininnya akan mampu membalikkan sebuah keadaan, khususnya di bidang pendidikan.
Adakah kiprah perempuan di Magelang di jaman era Hindia Belanda yang mampu melakukannya seperti Kartini?
Salah satunya adalah Soekarsih. Perempuan lajang ini berhasil memajukan sebuah sekolah perempuan di Magelang yang hampir saja gulung tikar. Soekarsih memimpin sebuah sekolah yang bernama “Meisjesvervolgschool” atau MVS pada tahun 1932.
Sekolah ini adalah sekolah kepandaian untuk anak perempuan bumiputera yang merupakan kelanjutan dari Inlander School kelas 3 yang naik ke kelas 4. Jadi di MVS ini ada 2 kelas, yakni kelas 4 dan 5.
Di MVS atau yang biasa disebut dengan “Kopschool” ini, selain diajarkan pelajaran sekolah biasa, juga diajarkan kerajinan tangan (handwerken), membatik, memasak, menyambal, menjahit, menyeterika, dan yang lainnya yang berkaitan dengan urusan rumah tangga.
MVS di Magelang didirikan pada tahun 1923 dan terletak di Djambonweg (kini Polsek Magelang Tengah Jl. DI Panjaitan). Oleh karena berbagai sebab, sekolah ini mengalami kemunduran, baik dari segi pengajaran, jumlah siswa, prestasi, dan lainnya.
Bahkan karena saking mundurnya, pada tahun 1932 sekolah ini hampir saja dihapus dan dibubarkan.
Beruntunglah pada tahun 1932, datanglah Soekarsih di sekolah ini. Ia dipercaya untuk memimpin sekolah ini untuk bangkit dari kemunduran.
Berbagai hal dibenahi, tak hanya pola pengajaran saja, tetapi materi pelajaran juga diperbarui agar lebih menarik minat perempuan untuk bersekolah di MVS ini. Dan tentu saja, pembenahan ini untuk meningkatkan kualitas keterampilan siswa-siswinya.
Dalam kepemimpinannya, Soekarsih berhasil membawa kemajuan yang pesat bagi sekolah itu. Bahkan sekolah tersebut berhasil meningkatkan jumlah siswa dan jumlah kelasnya.
Tercatat sejumlah 190 siswi dibagi dalam 5 kelas rangkap (parallelklassen).
Berbagai keterampilan rumah tangga diajarkan di sekolah ini. Tidak hanya pelajaran biasa dan pelajaran kerajinan tangan seperti yang sudah disebutkan di atas (membatik, memasak, menjahit, menyetrika) tetapi juga diajarkan pelajaran nembang lagu-lagu bahasa Jawa.
Cara memakai pakaian tradisional pun diajarkan. Misalnya cara memakai ‘kutu’ dan jarit batik bagi siswi. Termasuk juga cara memakai konde pada kepala belakang.
Meskipun hanya memiliki 4 guru (5 orang dengan Soekarsih), MVS berhasil bangkit dari kemunduran. Dengan guru-guru yang cakap dan giat bekerja, setiap tahun sekolah ini mengadakan pertemuan dengan orangtua siswi (ouderbijeenkomst) yang selalu mendapatkan perhatian besar dari para orangtua.
Bahkan karena saking majunya, sekolah ini sering mendapatkan kunjungan dari pihak di luar kalangan pengajaran (onderwijs).
Tak hanya itu, Soekarsih juga meningkatkan promosi sekolah di berbagai kegiatan keramaian, misalnya saja mengikuti acara Pasar Malam “Boedi Rahajoe” pada tahun 1935.
Di gelaran acara ini, MVS membuat stand yang berisi penjualan barang-barang hasil pekerjaan tangan para siswanya.
Saking berkualitasnya hasil kerajinan tangan sekolah tersebut, banyak orang yang membeli. Bahkan tak sedikit orang-orang asing yang bertanya-tanya, siapakah pemimpin sekolah ini.
Tak sedikit pula yang membeli dengan harga di atas harga yang ditawarkan. Terlebih sekolah ini pada saat itu tidak begitu populer dibandingkan dengan sekolah sejenis lainnya. Tentu saja hal ini menjadi daya tarik tersendiri untuk sekolah ini.
Tetapi sayangnya, kiprah Soekarsih dalam memimpin MVS tidak berumur panjang. Pada tahun 1936, Soekarsih dipindahkan ke Gombong sebagai Kepala MVS setempat.
Tentunya hal ini menjadi kerugian teramat besar bagi masyarakat Magelang di saat itu. Pengabdian Soekarsih selama 4 tahun tentunya belumlah cukup. Meski demikian, namanya harum tercatat dalam lembaran sejarah perempuan di Magelang.
Sumber: Majalah MAGELANG VOORUIT edisi Juni 1936 (bgs)