Ruwat Rawat Borobudur (RRB) ke-19 Mendorong Digelarnya Kongres Kebudayaan Borobudur

Ruwat Rawat Borobudur (RRB) ke-19 bertema 'Sinau Maca Kahanan' Sarasehan secara virtual diselenggarakan Selasa (9/2/2021) diikuti sejumlah tokoh nasional, budayawan dan akademisi (foto : beritamagelang.id)

Ruwat Rawat Borobudur (RRB) ke-19 bertema ‘Sinau Maca Kahanan’ Sarasehan secara virtual diselenggarakan Selasa (9/2/2021) diikuti sejumlah tokoh nasional, budayawan dan akademisi (foto : beritamagelang.id)

Magelang (wartamagelang.com) – Hajatan virtual Ruwat Rawat Borobudur (RRB) ke-19 bertema ‘Sinau Maca Kahanan’ atau belajar memahami kondisi pandemi, mendorong digelarnya Kongres Kebudayaan Borobudur di masa yang akan datang. Sarasehan secara virtual Selasa (9/2/2021) itu diikuti sejumlah tokoh nasional, budayawan dan akademisi.

Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia LIPI Dedi Supriadi Adhuri, dan Kepala Dinas Kepemudaan Olahraga dan Pariwisata Jawa Tengah Sinoeng N Rachmadi dalam kesempatan itu sepakat jika Ruwat Rawat Borobudur ke 19 ini dapat menjadi ruang sarana komunikasi budaya nasional berupa Kongres Kebudayaan Borobudur yang didukung semua pihak.

Ditempat yang sama, Kepala Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) DIY-Jateng dan Jatim, Dwi Ratna N mengatakan, Ruwat Rawat Borobudur ini menjadi sisi lain dalam pelestarian budaya dari perlindungan, pengembangan, pemanfaatan dan pembinaan. Untuk itu, melalui Kongres Budaya Borobudur, nantinya bisa menjadi salah satu aspek yang dilakukan oleh komunitas.

Menurut Dwi, roh dari Borobudur bukan hanya bangunan fisiknya saja, namun reliefnya kaya dengan banyak hal mulai dari seni, kesehatan, alam hingga sosial. Untuk itu kongres dapat digelar di waktu mendatang agar menambah wawasan bagi semua kalangan.

“Saya pikir relief yang ada di Borobudur itu bisa terus dinarasikan oleh masyarakat untuk menambah wawasan,” ujarnya seperti yang dikutip dari beritamagelang.id.

Sementara itu, Ketua Dewan Pimpinan Badan Pelestarian Pusaka Indonesia (BPPI), Catrini Pratihari Kubontubuh menambahkan, saat ada komunitas yang membangun dan merawat kembali Borobudur. Hal ini membuka mata banyak pihak bahwa mereka merupakan bagian penting dari sebuah pelestarian. Menurut dia, kongres kebudayaan Borobudur adalah salah satu upaya untuk membangun dan merawat Borobudur dari komunitas yang dulu pernah terpinggirkan atau terlupakan.

Ditambahkan Catrini, Kongres Kebudayaan itu, nantinya sebagai jembatan pelestarian pusaka atau heritage dengan lingkup kepentingam lainnya karena Candi Borobudur tidak hanya fisik, tapi juga non fisik. Borobudur juga bukan hanya monomen, tapi ada nilai spiritual, toleransi, serta keharmonisan manusia dengan lingkungan.

“Acara Ruwat Rawat Borobudur ini berusaha terus mengingatkan perlu ada dialog, kesempatan melibatkan masyarakat. Ini bagian dari pelestarian Borobudur,” kata dia. (wq)

CATEGORIES
Share This

COMMENTS

Wordpress (0)