Penutupan Festival Bhumi Atsanti Pada Minggu Malam Diiringi Hujan Lebat

Foto: Tim FBA

Magelang (wartamagelang.com) – Dengan menyelenggarakan Festival Bhumi Atsanti (FBA), Yayasan Atma Nusvantara Jati (Atsanti) atau Atsanti Foundation akan terus mencari, mengeksplorasi, mengangkat potensi-potensi kesenian terpendam, tidak dikenal, kesenian yang nyaris punah di Nusantara, terutama di kawasan Borobudur.

“Dengan terus intens melaksanakannya, Festival Bhumi Atsanti akan menjadi kegiatan yang terus berlangsung berkelanjutan, menjadi semacam ajang pencarian bakat bagi semua potensi-potensi kekayaan kesenian yang ada,” ujar Ketua Yayasan Atsanti, MF Nilo Wardhani atau yang akrab disapa Dhani, saat ditemui di hari ketiga penyelenggaraan FBA 3 tahun 2024 di Bhumi Atsanti di Dusun Bumisegoro, Desa Borobudur, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Minggu (8/9/2024).

FBA, menurut dia, akan tetap konsisten menjadi ruang berekspresi bagi para seniman dari berbagai ragam kesenian. Dengan komitmen tersebut, banyak pihak diharapkan dapat memberikan support, dukungan jangka pangjang, sehingga FBA bisa memberikan ruang dan kesempatan dalam area yang lebih luas dan melibatkan semakin banyak seniman dalam penyelenggaraannya.

Jika kemudian sudah tampil dan mendapat panggung dalam FBA,  Dhani menuturkan, pihaknya pun juga terus terbuka untuk membantu pengembangan kesenian dari tiap-tiap kelompok kesenian.

“Setelah pentas, kami pun siap mendukung, membantu memfasilitasi beragam kebutuhan seperti sarasehan, workshop, ataupun kegiatan srawung budaya, anjangsana ke kelompok kesenian lintas daerah dan lintas ragam kesenian,” ujarnya.

Camat Borobudur Subiyanto mengatakan, pihaknya mendukung dan mengapresiasi upaya Yayasan Atsanti yang telah intens menggelar FBA dalam dua tahun terakhir. Dia pun terus berharap agar ajang tersebut terus digelar rutin sebagai event tahunan, yang ditunggu-tunggu oleh para seniman dan penikmat seni.

“Dengan terus kontinyu digelar sebagai event tahunan, FBA akan terus ditunggu-tunggu, dinantikan dan nantinya juga secara perlahan turut membantu meningkatkan denyut pariwisata dan perekonomian di kawasan Borobudur,” ujarnya.

Subiyanto sungguh memuji upaya Yayasan Atsanti yang telah membantu memberikan panggung bagi kelompok-kelompok kesenian yang di pelosok desa di Kecamatan Borobudur. Terbukti, kelompok-kelompok kesenian di desa-desa di lereng Menoreg seperti Giripurno dan Giritengah pun, berhasil digandeng dan tampil dalam FBA.

Di Kecamatan Borobudur terdapat ratusan kelompok kesenian. Sekalipun sudah mandiri berhasil mengembangkan kesenian masing-masing, kelompok-kelompok kesenian tersebut tetap membutuhkan sentuhan, pendampingan, dan kesempatan pentas di panggung yang lebih besar daripada sekedar panggung di lingkup desa.

Syahrul Darmawan dari tim program Bakti Budaya Djarum Foundation (BBDF) mengatakan, BBDF terus mendukung penyelenggaraan FBA, sebagian bagian dari upaya untuk meningkatkan ekosistem di Magelang dan sekitarnya.

Kolaborasi, pertemuan dari para seniman dalam FBA diharapkan dapat membantu setiap individu ataupun setiap kelompok kesenian, untuk mengembangkan diri, saling bertukar kemampuan, saling bertukar inspirasi, sehingga bisa terus memperkaya diri.

Bekerjasama dengan Yayasan Atsanti, BBDF nantinya akan memfasilitasi beberapa kelompok seniman penampil dalam FBA, untuk tampil dalam panggung yang lebih besar di Galeri Indonesia Kaya di Grand Indonesia, Jakarta.

“Jadi, para seniman-seniman di pelosok desa, janganlah kecil hati. Seniman di daerah manapun tetap berpeluang untuk tampil di panggung besar disaksikan oleh demikian banyak orang dari berbagai elemen di Jakarta,” ujarnya.

Selama dua tahun penyelenggaraan, 2023-2024, FBA telah tiga kali dilaksanakan. Dilaksanakan selama dua hari, FBA 1  di tahun 2023, melibatkan 255 seniman penampil dengan jumlah penonton mencapai 950 penonton. FBA 2, masih di tahun yang sama, melibatkan 245 seniman penampil, dengan jumlah penonton mencapai 1.500 orang.

Adapun, FBA 3 yang digelar tiga hari, 6-8 September 2024, menampilkan 350 seniman dari 18 kelompok kesenian. Ajang ini juga selalu ramai dikunjungi pengunjung yang datang silih bergantian hingga larut malam, menonton pentas-pentas kesenian sesuai dengan kesukaan masing-masing.

Asal kelompok keseniman yang terlibat pun terbentang semakin luas. Jika sebelumnya sebagian penampil luar Magelang ada yang berasal dari Pulau Kalimantan dan Sumatera, maka di tahun ini, FBA menampilkan asal peserta terjauh yaitu rombongan seniman suku Kamoro dari pesisir selatan Papua.

Jika sebelumnya hanya menampilkan seni pertunjukan, maka FBA tahun ini menampilkan lebih banyak ragam kesenian, seperti seniman perupa. Ajang ini juga disemarakkan oleh acara lomba senam budaya yang diikuti oleh kalangan ibu-ibu pada Minggu (8/9/2024).

Ika, ketua kelompok Emak-emak Milenial dari Kecamatan Borobudur, mengatakan, dirinya pun bersukacita ada ragam acara senam dalam FBA.

“Hadiah lomba, menang atau kalah, tidaklah penting. Kami, emak-emak, senang bertemu dan berolahraga bersama di Bhumi Atsanti,” ujarnya.

Para ibu dari kelompok Emak-emak Milenial pun antuasias merancang gerakan dan berlatih sejak seminggu lalu. Mereka mengenakan kebaya Bali dan menampilkan gerakan senam yang mengambil inspirasi dari gerakan tari Leak dari Bali.

Para seniman penampil, tentu saja juga sangat senang bisa terlibat dalam FBA. I Made Arya Dwita Dedok seniman asli Bali yang tinggal di Magelang, mengatakan, dirinya sangat senang bisa ikut tampil melakukan performing art dan melakukan live painting bersama-sama dengan 9 seniman lainnya dalam FBA hari kedua, Sabtu (7/9/2024).

Ajang semacam FBA, menurut dia, sangat diperlukan dan berdampak positif bagi para seniman.

“Acara seperti FBA sangat dibutuhkan untuk pengembangan diri seniman terutama para seniman di Magelang,” ujarnya.  Dalam FBA, pengembangan diri yang terjadi antara lain adalah setiap seniman bisa bertemu, bertukar gagasan dan menjalin relasi dengan seniman lain.

Athanasios Yanu, seniman, penari asal Yogyakarta, adalah salah satu seniman yang menjadi penampil setelah melalui mekanisme open call yang dibuka untuk FBA. Dia memang antuasias terlibat karena merasa acara-acara festival seperti FBA menjadi acara penting yang wajib diikuti untuk pengembangan diri.

“Dengan mengikuti festival, saya bisa banyak belajar tentang berbagai hal. Saya bisa belajar tentang manajerial pertunjukan, belajar dari semua, apa saja yang ditampilkan di sana, dan juga bisa sekaligus membuka, memberi kesempatan untuk menjalin relasi dengan seniman lain. Semua hal itu, menarik untuk dipahami dan dilakoni,” ujarnya.

Salah seorang warga sekaligus pelaku seni Borobudur, Lukman Fauzi Mudasir, intens menonton pelaksanaan FBA selama tiga hari, 6-8 September 2024. Dia memuji semua pentas tersebut sebagai pentas kesenian yang bagus, yang menyajikan tontonan berbeda bagi masyarakat Magelang.

“Tidak sekedar menghibur, semua pentas yang disajikan sebenarnya bermuatan lebih serius dengan muatan edukasi bagi semua kalangan terutama bagi kalangan muda,” ujarnya.

Bagi kalangan seniman, semua pentas tersebut juga berdampak positif memberi inspirasi, ide-ide baru untuk mengembangkan ragam kesenian yang telah mereka tekuni selama ini.

FBA ditutup pada hari Minggu (8/9/2024). Di hari terakhir penyelenggarannya, acara ini dibuka dengan pentas pertama Obor Rogo, dari Desa Kebonrejo, Kecamatan Salaman, Kabupaten Magelang. Pentas tersebut terlihat spektakuler di mana seorang pemain memanggul obor-obor kecil yang disusun dengan piranti dan tatanan khusus. Sembari bergerak ke sana kemari, ada penari-penari dengan tubuh dicat hitam bergerak di sekeliling si pemanggul obor.

Pentas dimulai sekitar pukul 19.30. Karena tak berapa lama turun hujan, ada beberapa orang yang kemudian sibuk membawa obor, menyalakan obor-obor di badan penari yang mulai padam karena tersiram air hujan.

Karena hujan tak kunjung reda, pentas di panggung dihentikan. Sempat ada jeda beberapa saat, dan setelah itu, acara bergeser ke pendopo Bhumi Atsanti. Di situlah kemudian dilakukan dialog, antar penonton dengan sejumlah penampil seperti Masyarakat Kemuning Gading (Rumagad) dari Bogor, dan Athanasios Yanu.

Pendopo kemudian akhirnya juga menjadi area pentas bagi sejumlah penampil seperti penari Athanasios Yanu, dan penyanyi Bagus Dwi Danto. Seniman suku Kamoro yang semula mengagendakan pentas dan memanggil arwah di atas panggung di luar ruangan, juga terpaksa menampilkan tari-tarian di antara penonton di pendopo.

Setelah intensitas hujan berangsur mereda, pentas dilanjutkan di panggung. Para penampil menyajikan pentas di bawah tenda, yang secara dadakan dipasang oleh panitia. Para seniman yang tampil di bawah tenda tersebut adalah Rumagad, D+ Project, dan terakhir band Rubah di Selatan, yang menjadi penutup pentas pada Senin (9/9/2024) dinihari, sekitar pukul 02.00. (wq)

CATEGORIES
Share This

COMMENTS

Wordpress (0)