Menelusuri Sejarah Magelang Melalui Jelajah Kota

JELAJAHI MAGELANG : Peserta Jelajah Kota dengan tema sejarah yakni Jejak Orang Indo di Magelang tampak semangat memasuki bangunan bersejarah (Dok Yoga Kurnianto for wartamagelang.com)

KOTA MAGELANG (wartamagelang.com) Sejarah dapat tergambarkan dari peninggalan bukti berupa bangunan, tulisan, ataupun arsip. Untuk merangkum itu semua, Komunitas Kota Toea Magelang (KTM) bersama Dewan Kesenian Kota Magelang, Penerbit Terang dan Kirana Vidya, mengadakan Jelajah Kota.

Kegiatan jelajah sejarah ini bertemakan ‘Jejak Orang Indo di Magelang’ dan dibuka oleh Koordinator KTM, Bagus Priyana. Jelajah Kota ini dilaksanakan Minggu (06/02/2022) lalu, dan diikuti sebanyak 25 orang peserta, dengan mengambil titik kumpul di Loka Budaya Drs. Soekimin Adiwiratmoko, Jl. Alun-alun Selatan, No. 9, Kota Magelang.

Awal perjalanan Jelajah Kota dipusatkan di gedung Loka Budaya dengan dipandu oleh Tedy Harnawan, selaku kurator acara Pameran Arsip Foto “Indo Magelang: Antara Memori & Identitas” dan penulis buku “Dalam Bayang-Bayang Modernitas Orang Indo di Kota Magelang pada Akhir Masa Kolonial”. Tedy memandu peserta Jelajah Kota mengelilingi galeri pameran sembari menjelaskan satu persatu foto dan arsip orang-orang Indo Eropa yang pernah tinggal dan hidup di Kota Magelang.

Tedy menjelaskan, orang Indo merupakan anak yang terlahir dari orang tua yang berbeda keturunan, yakni Eropa dan pribumi.

“Sejak lahir, Indo adalah kelompok yang tercerabut dari pengakuan hukum kolonial karena status sosial yang diterima sangat ditentukan oleh pengakuan dari ayah Eropa mereka,” terangnya.

Selanjutnya, para peserta kemudian menuju rute jelajah berikutnya dengan menggunakan sepeda motor, yaitu ke Panti Asuhan Wisma Harapan di Jl. Diponegoro. Dulunya, bangunan tersebut menjadi panti asuhan yang didirikan oleh Johannes van der Steur pada 1893.

“Pada tahun 1942, Johannes van der Steur merawat sebanyak 1100 anak asuh, kebanyakan adalah anak-anak Indo yang terlantar,” kata Bagus.

“Luas panti asuhannya sekitar 5 hektar. Yang tersisa dari panti asuhan yang bernama Oranje-Nassau ini hanyalah sebagian kecil gedung Panti Asuhan Mayu Dharma Putra sekarang ini,” sebut Bagus Priyana seraya menunjuk prasasti foto Johannes van der Steur di dalam gedung tersebut.

Usai dari tempat tersebut, jelajah dilanjutkan ke kawasan tangsi militer di Badaan. Tempat ini berupa deretan rumah militer bagi perwira Belanda yang merupakan salah satu bagian dari tangsi militer Belanda.

Keberadaan tangsi militer di Magelang terkait dengan Perang Diponegoro (1825-1830) dimana banyak tentara Belanda yang memiliki pasangan wanita pribumi yang melahirkan “anak-anak kolong”.

Kemudian para peserta menikmati es krim di Toko Bie Sing Ho di Jl. Akhmad Yani Poncol.

“Awalnya toko ini berdiri pada 1936 di Pecinan. Lalu pada 1949 pindah di tempat ini (Poncol). Dulu banyak orang Belanda jajan di tempat ini membeli makanan kaleng, roti, es krim dan lainnya,” tuturnya.

Setelah puas menikmati es krim, peserta kemudian melanjutkan ke lokasi jelajah berikutnya, yakni di rumah saudagar cerutu Ko Kwat Ie di Jl. Sriwijaya. Rumah Ko Kwat Ie yang dibangun sebelum tahun 1920 ini masih tampak asli baik perabotannya maupun ruangan bagian dalam, terawat dan tidak ada perubahan banyak dari jaman saat Ko Kwat Ie masih hidup.

“Pabrik ini berdiri di Batavia tahun 1900. Pada 1908 pindah ke Magelang karena untuk mencari tenaga kerja yang murah dan dekat dengan bahan baku tembakau,” ucapnya.

Bagus menerangkan, usai membangun pabrik baru pada 1920, puncak kejayaan pabrik ini pada tahun 1927-1928 dengan 2.500 pekerja. Cerutu, sebut Bagus, saat itu menjadi gaya hidup bagi kaum Indo maupun kalangan Belanda di Hindia Belanda, termasuk di Kota Magelang.

“Dengan menghisap cerutu, diyakini bisa meningkatkan prestise penikmatnya,” imbuhnya.

Tak jauh dari rumah tersebut terdapat eks Pabrik Cerutu “Ko Kwat Ie & Zonen” Jl. Tarumanegara. Bangunan ini berdiri pada tahun 1920 dan konon pernah dikunjungi oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda.

Gerimis mulai turun saat di rumah berlanggam Indis di Jl. Tentara Pelajar Bayeman. Langgam Indis merupakan perpaduan antara gaya bangunan Eropa dan gaya bangunan lokal. Dan puncaknya, hujan mengguyur deras ketika peserta sampai di kawasan rumah di Kwarasan.

“Kawasan rumah di Kwarasan ini  dirancang oleh Herman Thomas Karsten pada tahun 1937, arsitek yang berperan dalam pembangunan Pasar Johar Kota Semarang,”jelasnya.

Rute Jelajah Kota ditutup dengan makan bersama di warung Senerek Bu Atmo di Jenderalan. Senerek merupakan kuliner sup kacang merah yang dulu pernah disajikan di lingkup tangsi militer dan panti asuhan Johannes van der Steur.

Acara Jelajah Kota ini merupakan rangkaian sekaligus penutup acara Pameran Arsip Foto “Indo Magelang: Antara Memori & Identitas” 1-6 Februari 2022 (ang/aha)

CATEGORIES
Share This

COMMENTS

Wordpress (0)