JARAN KEPANG PAPAT KESENIAN PEMBUKA FESTIVAL LIMA GUNUNG TAHUN 2022
Kesenian Jaran Kepang Papat dari Sanggar Andong Jinawi, Mantran, Magelang menjadi kesenian pembuka secara resmi Festival Lima Gunung tahun 2022 pada Jumat (30/9/2022) di panggung dari bahan alam yang megah. Festival Lima Gunung (FLG) ke 21 kali ini akan berlangsung selama 3 hari di adakan di Dusun Mantran, Desa Girirejo, Kabupaten Magelang, Jateng,
FLG yang bertepatan dengan momentum Saparan di dusun Mantran di mana kesenian Jaran Kepang Papat selalu dipentaskan. Kesenian Jaran Kepang Papat sendiri merupakan sebuah kesenian tarian ritual yang wajib dipentaskan ketika acara Saparan atau bersih dusun pada bulan Sapar di Dusun Mantran Wetan.
Kesenian yang ditarikan oleh empat penari laki- laki yang sudah lanjut usia. Para penari merupakan keturunan dari penari sebelumnya karena memang tarian ini diturunkan dari generasi ke generasi. Hanya mereka yang memiliki silsilah penari Jaran Kepang Papat yang boleh ikut dalam pementasan.
Menurut Yanto, salah satu penonton yang penulis tanyai menyampakan bahwa berdasarkan cerita penduduk dusun setempat mereka meyakini bahwa tarian ini merupakan kasihane sik mengku desa (dikasihi oleh pelindung desa). Selain itu, seringkali saat warga mengucapkan janji atau nazar ketika sedang mengalami kesulitan atau sedang sakit.
“Kalau panen berhasil, mereka mengundang penari jaran kepang papat ke rumahnya dan dipentaskan di halaman rumahnya. Jika tidak ditepati maka yang mengku desa akan nagih janji. ” ungkap Yanto.
Salah seorang penabuh gamelan yang tidak mau disebut namanya mengatakan bahwa empat orang penari ini merupakan simbol dari kiblat papat lima pancer. Mereka menari menggunakan atribut kuda dari jalinan bilah bambu yang biasa disebut kepang dan mengenakan kostum senada serta diiringi musik ritmis yang sederhana.
Wahyu Rumagang
Tema FLG kali ini yakni ‘Wahyu Rumagang’. Dimana FLG merupakan pentas budaya para petani maupun seniman yang tinggalnya di lereng lima gunung meliputi Gunung Merapi, Merbabu, Andong, Menoreh dan Sumbing beserta jejaring seni dari berbagai daerah dan luar negeri.
Dalam kesempatan jumpa pers sebelumnya yang disiarkan melalui media sosial Youtube Terminal Mendut, salah satu tokoh Komunitas Lima Gunung, Sitras Anjilin menyampaikan terkait tema ini banyak yang menanyakan, terutama dari kalangan muda yang menanyakan arti tersebut.
“Sebelumnya, tema ini dicetuskan secara bersama-sama. Wahyu Rumagang, yang dimaksud wahyu seperti nasib. Rumagang itu dari kata magang, kalau magang pasti bagi yang belum pernah. Jadi, karena melihat di Lima Gunung, generasi sangat-sangat maju, semangat untuk terlibat dalam pelaksanaan FLG, maka yang orang tua sudah waktunya memeberi kesempatan kepada anak muda, magang dari pribadinya. Wahyu rumagang yang artinya anak-anak muda yang punya inisiatif sendiri menjadi panitia, mengerjakan FLG,” tutur Sitras yang juga maestro tari dari desa Tutup Ngisor, desa di lereng gunung Merapi.
“Jadi, Lima Gunung tidak akan berhenti di tahun ke berapa tetapi ada generasi yang peduli dan mencintai jadi sanggup dan rela tulus menjadi pelaksana. Dulu belajar lalu berperan,” pungkasnya.
Rangkaian puncak FLG tahun 2022 di Dusun Mantran Wetan, Desa Girirejo, Kecamatan Ngablak, Kabupaten Magelang yang disemarakkan oleh 63 kelompok kesenian dari grup-grup Komunitas Lima Gunung, jejaring pelaku seni dari berbagai kota dan daerah, juga dari luar negeri akan berlangsung selama 30 September-2 Oktober 2022. Beragam pementasan dari kelompok-kelompok seni tari, musik, teater, performance art, arak-arakan, kesenian rakyat, pameran seni rupa, dan pidato kebudayaan. Semuanya dilaksanakan secara mandiri, sukarela, tanpa bayaran oleh warga Komunitas Lima Gunung beserta jejaringnya. (mn)