Gedung Mako Polres Magelang Kota Akan Diubah Jadi Museum MOSVIA
KOTA MAGELANG (wartamagelang.com) – Kepolisian Resor Magelang Kota berencana akan membangun Markas Komando (Mako) yang baru pada tahun 2023 mendatang. Untuk selanjutnya, Mako Polres Magelang Kota yang lama akan difungsikan menjadi museum sejarah MOSVIA.
Hal ini diungkapkan Kapolres Magelang Kota, AKBP Yolanda E Sebayang, Rabu (31/08/2022) usai menerima perwakilan dari Komunitas Kota Toea Magelang (KTM). Dalam kesempatan tersebut, perwakilan Komunitas KTM, Bagus Priyana, menyerahkan foto repro tahun 1937 gedung Mako Polres Magelang Kota saat menjadi MOSVIA.
Yolanda menuturkan, pertemuan ini memberikan cerita karena memang dirinya tidak mengetahui secara persis, sejarahnya gedung ini (Mako Polres Magelang Kota-red). Terlebih, kata Yolanda, Polres Magelang Kota akan membangun Mako yang baru.
“Dan ini saya mengkonsepkan untuk kembali menjadi museum untuk sejarah MOSVIA. Jadi yang mengerti sejarah dan lain-lainnya adalah mas Bagus. Jadi Mas Bagus ini punya PR untuk mengumpulkan semua foto-foto, yang lama, agar nanti ini bisa menjadi edukasi ke masyarakat Magelang, dan bisa nanti melihat sendiri seperti apa perjalanan sejarahnya,” katanya.
Yolanda membenarkan bahwa kedepannya, gedung Mako Polres Magelang Kota yang lama konsepnya akan menjadi museum.
“Iya konsepnya ke arah sana. Setelah Mako Polres dibangun, ini kita mau konsepin, saya lagi ngurus untuk kembali ke Yayasan Heritage, untuk ininya, untuk mengembalikan konservasinya, untuk kebentuk aslinya,” imbuhnya.
Koordinator KTM, Bagus Priyana, menjelaskan, gedung Polres Magelang Kota awalnya adalah Hoofdenschool atau disebut Principal School/Sekolah Para Pemimpin/Sekolah Para Raja. Dalam perkembangan pemerintahan kolonial di tahun 1870-an, menurut Bagus, telah tumbuh dan berkembang sekolah-sekolah kejuruan, karena saat itu lebih diperlukan tenaga-tenaga kejuruan.
“Pada tahun 1878, Hoofdenschool dibuka secara serentak di Bandung, Magelang, Probolinggo, dan Tondano. Titik awal pendidikan di Hindia Belanda karena adanya kebijakan pemerintah saat itu yaitu Politik Etis. Pendidikan modern berkembang dengan banyaknya didirikannya sekolah berorientasi barat di Kota Magelang, salah satunya adalah Hoofdenschool ini,” urainya.
Bagus menuturkan, pendidikan awalnya bertujuan bukan untuk mencerdaskan masyarakat, tetapi untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja rendah yang murah dan terampil. Kota Magelang sendiri termasuk menjadi pusat missie atau zending yang turut berpengaruh terhadap berdirinya sekolah-sekolah berorientasi barat.
Bagus menjelaskan, pada tahun 1900, Hoofdenschool mengalami reorganisasi dan diberi nama baru, yakni OSVIA. Di Bandung, sebagian muridnya berasal dari Jawa Barat. OSVIA Magelang, menarik siswa-siswa dari Jawa Tengah, sedangkan OSVIA Probolinggo bagi siswa dari Jawa Timur. Masa belajar di sekolah ini adalah lima tahun, tapi mulai tahun 1908 masa belajarnya ditambah menjadi tujuh tahun. Pada umumnya murid yang diterima berusia 12-16 tahun.
“Dan di tahun 1927, seluruh cabang OSVIA digabungkan menjadi MOSVIA (Middelbare Opleiding School voor Inlandsche Ambtenaren) yang berpusat di Magelang,” tuturnya.
Bagus menyambut baik langkah Kapolres Magelang Kota yang akan mengembalikan fungsi gedung Mako Polres sebagai museum MOSVIA. Menurutnya, langkah ini menegaskan kembali bahwa kawasan Alun-alun Kota Magelang menjadi situs budaya yang kompleks (coi/aha)