‘Duduki’ Pendopo Pengabdian, Seniman dan Budayawan Sampaikan Uneg-uneg Pada Wali Kota Magelang
KOTA MAGELANG (wartamagelang.com) – Para seniman dan budayawan serta pemerhati Kota Magelang, Minggu (07/03/2021) malam ‘menduduki’ Pendopo Pengabdian Rumah Dinas Wali Kota setempat. Di hadapan Wali Kota Magelang dr. Muchamad Nur Aziz, mereka menyampaikan uneg-uneg seputar kehidupan seni dan budaya yang selama ini ‘terbelenggu’.
Uneg-uneg ini disampaikan dalam ‘Njo Thethek Njo’ (NTN) ke-25, sebuah acara yang diinisiasi oleh Komunitas Pinggir Kali. Acara dialog yang disiarkan langsung lewat kanal youtube Komunitas Pinggir Kali dengan didukung teknologi audio visual oleh Arvi Multimedia.
Acara ini dihadiri oleh para pelaku seni dan budaya Kota Magelang, antara lain Oei Hong Djien (Pemilik Galeri Seni OHD), dr. Reno, Bagus Priyana, Gepeng Nugroho, Mbilung Sarawita, dan Muhammad Nafi sebagai moderator.
Salah satu seniman Danu Widiatmoko atau dikenal sebagai Danu Sang Bintang dalam kesempatan tersebut menyoroti bahwa selama pemerintahan sebelumnya, kehidupan seni dan budaya terbatas karena banyak sekali hambatan birokrasi atau regulasinya yang menyertainya.
“Penyederhanaan regulasi. Regulasi ini perlu kita sederhanakan. Jadi kita bisa berkaca pada Jogja. Gubernur waktu itu menyatakan kurang lebih, kegiatan seni budaya tidak perlu ijin. Hanya pemberitahuan saja. Sedang di Magelang, di Kota Magelang, ijin. Bahkan ijin prinsip wali kota saja tidak keluar, belum polisi, satpol,” ungkapnya.
Danu juga menyoroti agar kembali menghidupkan Dewan Kesenian Kota Magelang. Karena selama ini, kata Danu, Dewan Kesenian tidak jalan.
“Di Jakarta dan kota-kota besar lain, Dewan Kesenian bisa bikin sayembara sastra. Di Magelang, Dewan Kesenian justru malah menjadi event organizier. Menghidupkan Dewan Kesenian kembali, dan mengembalikan pada marwahnya,” ujarnya.
Budayawan lainnya, Mbilung Sarawita berpendapat lain. Dirinya mengingatkan bahwa selama sekian tahun Kota Magelang diarahkan pada pariwisata, hanya dijadikan pabrik dagangannya pariwisata. Sedang budaya, menurutnya, justru diarahkan menuju pariwisata.
“Saya ingin, pak Wali memimpin yang baru ini, pariwisata dan kebudayaan ini dibikin sejajar. Karena banyak unsur budaya, ada yang tidak butuh ditonton atau dijual. Jangan semua-semua didol, dijual,” ungkapnya.
Seniman lainnya, Kaji Habib mengungkapkan, beberapa permintaan atau usulan tentang fasilitas gedung kesenian sebagai bentuk dukungan pemerintah bukanlah sebuah keharusan. Menurut Kaji Habib, justru adanya fasilitas seperti itu membuat seniman mandeg berkreatifitas.
“Dukungan pemerintah dalam seni budaya tidak harus fasilitas. Artinya, kegiatan-kegiatan bisa hadir, baik tidak secara formal atau formal,” tuturnya.
Wali Kota Magelang, dr. Aziz menyatakan bahwa dialog ini merupakan awal yang baik baginya dan pemerintahan yang kini dinahkodainya untuk membangun semangat perubahan dan kesederajatan (egaliter). Lebih lanjut, ia mengajak para pelaku seni dan budaya untuk terus ikut membangun kota, dan tidak perlu segan untuk melontarkan ide kreatif. Hal ini agar Kota Magelang tidak kehilangan kebanggaan dan deretan prestasinya. Bahkan prestasi ini akan terus pertahankan, dan ditingkatkan.
“Aset-aset budaya di Kota Magelang ini akan saya dorong. Saya tidak akan menutupi kelebihan-kelebihan dari warga Kota Magelang. Selanjutnya, kita akan sebarkan kepada seluruh masyarakat, bahwa Kota Magelang ini istimewa, karena saya ingin orang Kota Magelang bangga dengan kotanya,” bebernya.
Aziz juga menyampaikan beberapa rencana pengembangan seni dan budaya Kota Magelang ke depan yang akan dimasukkan ke dalam rencana kerja pemerintah daerah. Salah satunya adalah keinginannya untuk merubah fungsi Taman Pancasila (badaan) menjadi sebuah Theater Terbuka yang gratis untuk umum.
“Jadi kalau budayawan dan seni budaya berkembang maka banyak orang datang. Kalau di Kota Magelang ada seni yang ditampilkan seperti itu, InsyaAllah orang yang mau ke Semarang, atau ke Jogja, tidak hanya lewat, tapi juga mampir disini,” paparnya.
Acara dimeriahkan pula oleh penampilan tari dari Sanggar Adya Gunita pimpinan Agung Tri Cahyo yang menampilkan para penari penyandang disabilitas. Selain itu juga musikalisasi puisi oleh Munir Syalala dan pembacaan puisi oleh Gepeng Nugroho (wq/aha)