Dengan Filosofi Wayang, Dinas Sosial Angkat Kaum Disabilitas

Wayang tak hanya sekadar kebudayaan semata. Tetapi dengan wayang, bisa dimanfaatkan untuk mengangkat kaum disabilitas. Diperkirakan di Kota Magelang sendiri terdapat sekitar 300-an orang penyandang.

Sebagaimana yang disampaikan oleh Dra. Wulandari Wahyuningsih, M.M Kepala Dinas Sosial Kota Magelang dalam penutupan acara Pendidikan dan Pelatihan Bagi Penyandang Cacat dan eks Trauma di aula Panti Asuhan Mayu Dharma Putra Jl. Diponegoro, Jumat (18/09/2020).

“Untuk membangun moral, mental dan semangat mereka (penyandang disabilitas), saya menggunakan filosofi wayang yaitu kisah Mahabarata antara Pendawa dan Kurawa,” tutur Wulandari.

Wulandari mengambil contoh kisah tentang perjuangan Pendawa bangkit dari keterpurukan akibat dibuang di hutan, kalah judi dari Kurawa dan kerajaanpun sampai hilang.

Meski sudah terpuruk tapi seperti Arjuna masih memiliki semangat yang tinggi untuk bangkit. Bahkan Abimanyu sampai mati-matian kala membela negaranya saat perang Baratayudha.

Wulandari juga ingin menunjukkan contoh misalnya Punokawan yang identik dengan rakyat kecil seperti Petruk, Bagong, Gareng dan Semar. Meski hanya sebagai penderek Pendawa, tapi tokoh seperti Semar rupanya adalah dewa. Semar sebagai pamomong benar-benar menjadi pamomong yang betul.

Karena itu, filosofi tentang wayang itulah yang ingin diterapkan kepada para kaum disabilitas yang selama ini merasa terpinggirkan. Dinas Sosial ingin membangkitkan kaum disabilitas secara tuntas.

Dalam pelatihan selama 5 hari itu (14-18 September), sebanyak 20 peserta kaum disabilitas dilatih membuat wayang dari kertas karton. Mulai dari menggambar, menatah, menyungging dan finishing. Untuk melatih peserta, dihadirkan 2 pelatih.

“Angkatan pertama membuat tokoh-tokoh baik seperti membuat Pendawa. Angkatan kedua membuat tokoh-tokoh Kurawa agar mereka bisa mengetahui watak tokoh-tokoh dan belajar tentang filosofi wayang,” imbuh Wulandari.

Wulandari berharap para kaum disabilitas ini jangan sampai terpuruk karena narkoba, pencurian dll.

Wulandari juga menambahkan bahwa Dinas Sosial tak hanya menangani PGOT (Pengemis, Gelandangan, Orang Terlantar) tetapi juga menangani 26 potensi masalah kesejahteraan sosial seperti anak dengan kekerasan, orang tua dengan kekerasan, narkoba, orang terpencil, disabilitas dll.

Dalam penutupan acara pelatihan itu juga ditampilkan pementasan wayang karton dengan dalang Sugeng Prayitno dari Tanon Kota Magelang. Sugeng yang juga berprofesi sebagai pengrajin wayang karton ini menampilkan lakon berjudul ‘Purnaning Piwulangan’.

Meski hanya diiringi tabuhan kendang dari salah seorang penyandang disabilitas, tanpa perangkat gamelan yang komplit, Sugeng mengisahkan tentang seorang pendeta/resi di Gunung Sokorini yang memiliki kelebihan yaitu tau sebelum kejadian. Resi ini mempunyai murid Gatotkaca yang diberi ajian ilmu yang membuat sakti mandraguna. Gatotkaca sendiri sebenarnya cucu dari resi tersebut.

Selesai dari belajar dengan resi tersebut (purnaning piwulangan), Gatotkaca lalu membantu kerajaan Mandukara yang sedang mengalami ancaman dan gangguan dari pihak luar. Gatotkaca mengabdi dan berbuat baik kepada negaranya.

“Kebaikan harus diutamakan untuk membantu orang lain,” tegas Sugeng.

Sugeng ingin menyampaikan pesan-pesan moral kepada para peserta yaitu meski pelatihan sudah berakhir tetapi para peserta tetap bisa melanjutkan pembelajaran dan memiliki semangat dalam kehidupan.
(bgs)

CATEGORIES
Share This

COMMENTS

Wordpress (0)