Kaum Disabilitas ikuti Pelatihan membuat Wayang Karton

Para penyandang disabilitas sedang mengikuti pelatihan membuat wayang karton yang diadakan oleh Dinas Sosial Kota Magelang.
Di sebuah ruang, terlihat sekitar 20 lelaki dan perempuan duduk berkelompok di 4 meja. Di meja itu, tangan-tangan mereka sedang menyungging (mengecat) wayang yang terbuat dari kertas karton. Ada juga yang sedang memasang gagang yang terbuat dari bambu pada karya mereka.
Beberapa mentor berusaha untuk mengajari mereka meski ada kalanya harus memakai bahasa isyarat karena beberapa diantaranya adalah penyandang bisu tuli.
Ya mereka adalah para kaum disabilitas yang sedang mengikuti Pendidikan dan Pelatihan bagi Penyandang Cacat dan eks Trauma yang diadakan oleh Dinas Sosial Kota Magelang 14-18 September 2020 di aula Panti Asuhan Mayu Dharma Putra Jl. Diponegoro.
Menurut Kasie Rehabilitas Sosial (Resos) Dinsos Kota Magelang Euiss Mariam mengatakan jika tujuan kegiatan ini adalah untuk melestarikan wayang.
“Agar mereka lebih mencintai budaya wayang,” tutur Euiss.
Euiss menambahkan jika peserta berasal dari penyandang disabilitas diantaranya tuna rungu, disabilitas intelektual dll.
Beberapa tokoh pewayangan dijadikan objek pelatihan, misalnya tokoh punokawan (Gareng, Bagong dan Semar) dan Arjuna. Pemilihan tokoh-tokoh ini bukan tanpa sebab. Punokawan identik dengan rakyat kecil dan Arjuna sebagai tokoh kesatria.
Pada pelatihan itu, para peserta diajari dalam pembuatan pola, penatahan, menyungging (mengecat) dan memasang gagang pada wayang karton.
Tak tanggung-tanggung dihadirkan 3 pengajar (2 orang melatih membuat wayang dan 1 orang sebagai penterjemah bagi penyandang bisu tuli).
Salah seorang pengajar, Sugeng Prayitno mengatakan, bahwa proses pelatihan dilakukan dengan kesabaran dan ketelatenan mengingat para peserta dari penyandang disabilitas.
“Harus sabar dan telaten melatih mereka,” kata Sugeng.
Yang membuat takjub Sugeng, para peserta belajar dari nol. Mulai dari membuat pola gambar di kertas karton hingga selesai. Secara bertahap setiap hari diajarkan proses pembuatan wayang.
Hal senada disampaikan oleh pengajar lainnya, Hadi Prayitno, yang mengajarkan pewarnaan dan penyempurnaan dari karya peserta yang belum baik.
Hadi berharap selesai pelatihan para peserta jika ingin belajar dan meningkatkan ketrampilan bisa meneruskan belajar ke tempatnya.
“Saya senang meski mereka memiliki kekurangan tapi mau belajar membuat wayang,” imbuh Hadi.
Salah seorang peserta, Putri Widyawati (20) mengatakan, jika ia merasa senang mendapatkan tambahan ketrampilan dan merasa tidak sulit membuat wayang. Dengan ekspresi riang, tergambar jelas di wajahnya.
Putri pun bisa tau nama tokoh wayang bernama Bagong. Dengan bahasa isyarat memakai jari, Putri memperagakan huruf-huruf ‘Bagong’.
Yang istimewa, Putri ini merupakan juara 2 tata rias nasional 2019 kategori disabilitas. Karena pandemi Covid 19, terpaksa keberangkatannya ke level internasional tertunda.
Hal senada disampaikan juga oleh Adevbara (17), penyandang tuba grahita, yang merasa senang karena bisa belajar bareng-bareng dengan kawan-kawan.
“Yang saya bikin tokoh Gareng. Yang itu Bagong, Semar dan Arjuna,” tutur Adev.
Adevbara ini memiliki kemampuan mengendang, piano dan bahkan juga menggeluti dunia seni tradisi lainnya seperti tari, gedruk dan soreng.
Sementara itu salah seorang pengajar yang khusus menterjemahkan bagi penyandang bisu tuli, Budi Susilo menambahkan jika sudah lama dirinya bermitra dengan Dinas Sosial.
Dirinya menyambut baik pelatihan ini. Dengan kegiatan ini maka para penyandang disabilitas ini mendapatkan perhatian dari pemerintah.
“Mereka berhak mendapatkan hak yang sama dengan masyarakat yang lain,” tegas Budi.
Budi Susilo yang juga sebagai guru SLB ini juga menambahkan jika dirinya punya kewajiban untuk mendampingi para penyandang disabilitas di berbagai tempat. Tidak hanya di dalam kelas tetapi juga di rumah, jalan, masyarakat dan dimanapun termasuk saat berhubungan dengan pemerintah.
“Mereka (kaum disabilitas) harus memiliki memiliki ketrampilan untuk bekal hidup di masyarakat,” pungkas Budi. (bgs)