Jagong Warga Angkat Topik Optimalisasi Potensi Kawasan Borobudur Untuk Pemajuan Kebudayaan
MAGELANG (wartamagelang.com) – Pameran Arsitektur Vernakular dan Potensi Desa Borobudur 2024 diselenggarakan di Situs Brongsongan, Wringin Putih sejak 11-17 November 2024. Pameran ini bertajuk Srawung Omah Ora Wedi Obah dengan tagline Lestarikan Budaya, Rangkul Masa Depan.
Hari kelima, Jumat (15/11/2024), diselenggarakan talkshow bertajuk Jagong Warga dengan topik yang di angkat yaitu Optimalisasi Potensi Kawasan Borobudur Untuk Pemajuan Kebudayaan. Menghadirkan dua narasumber ahli pada bidang kebudayaan yaitu Wiwit Kasiyati, S.S., M.A., penanggung jawab Unit Warisan Dunia Borobudur, Museum dan Cagar Budaya serta Eko Sunyoto sebagai pendiri Sanggar Kinara-Kinari.
Sebelum talkshow dimulai, disajikan penampilan tari dari Sanggar Omah Guyub, Wringin Putih, Borobudur. Tarian yang dibawakan yaitu Lengger Lenggasor. Filosofi dari nama tarian tersebut yaitu tari ini dikaitkan dengan adat ketimuran yang selalu menghormati orang yang lebih tua atau yang dituakan dengan cara lebih merendah.
Melihat potensi yang ada, Wiwit mengatakan bahwa Borobudur tidak hanya terkenal dengan Candi Borobudur saja, tetapi kebudayaan di tengah masyarakat.
“Kami berinisiasi untuk mengkaji potensi desa yang ada di Borobudur. Kami petakan, kemudian melakukan sosialisasi dan aktualisasi karena jika dicermati banhak yang dapat dimanfaatkan mulai dari seni, musik, kuliner, kesehatan, dan pengobatan,” ujarnya.
Terdapat 23 desa di kawasan Borobudur turut berpartisipasi dalam acara Pameran Arsitektur Vernakular dan Potensi Desa Borobudur 2024. Menurut Perpres 58, bangunan yang ada di sekitar Borobudur dibangun menggunakan bangunan tradisional Jawa. Sehingga melalui pameran ini Wiwit berharap agar masyarakat dan pemerintah daerah setempat dapat melindungi bangunan vernakular yang masih ada.
“Mudah-mudahan dengan adanya kegiatan ini bisa disosialisasikan kepada masyarakat bahwa bangunan vernakular yang masih ada tolong untuk dijaga,” tegasnya.
Selain itu, Eko Sunyoto turut berharap agar nantinya Museum dan Cagar Budaya (MCB) dapat kembali menjadi balai konservasi. Hal ini dikarenakan balai konservasi dapat menentukan arah kebijakan, karena setiap desa memiliki keunikan tersendiri.
“Budaya itu bukan masa lalu, tetapi masa yang akan datang,” pungkas Eko. (mg8/wq)
Penulis Anisa Eka Putri
Editor Freddy Sudiono Uwek