Dinamika Bahasa Slang di Kalangan Mahasiswa dan Tantangan Formalitasnya
Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional memiliki peran penting dalam membangun identitas bangsa, memperkuat persatuan, serta menjadi sarana komunikasi lintas budaya dan wilayah. Penggunaan bahasa Indonesia di kalangan generasi muda, khususnya mahasiswa, mengalami pergeseran yang cukup signifikan. Salah satu bentuk pergeseran tersebut adalah maraknya penggunaan bahasa slang (gaul) dalam interaksi sehari-hari.
Istilah-istilah seperti gabut, santuy, kuy, healing, gaskeun, dan bestie telah menjadi bagian dari kosakata tidak resmi yang umum digunakan, baik dalam komunikasi lisan maupun tulisan informal. Meskipun pada satu sisi menunjukkan kreativitas dan keakraban dalam berbahasa, pada sisi lain, hal ini menimbulkan kekhawatiran akan lunturnya kemampuan menggunakan bahasa Indonesia sesuai kaidah, terutama dalam konteks formal dan akademik.
Tidak dapat dimungkiri bahwa bahasa adalah entitas yang dinamis. Perkembangan istilah-istilah baru merupakan hal yang wajar dalam proses evolusi bahasa. Namun, persoalan muncul ketika batas antara bahasa informal dan formal menjadi kabur. Tidak jarang dijumpai mahasiswa yang menggunakan bahasa slang dalam tugas akademik, presentasi ilmiah, bahkan karya tulis ilmiah. Fenomena ini mencerminkan kurangnya kesadaran linguistik, yaitu kemampuan membedakan ragam bahasa sesuai konteksnya.
Penting untuk dipahami bahwa penguasaan bahasa formal bukan sekadar soal ketaatan terhadap aturan, tetapi juga menunjukkan kualitas intelektual dan sikap profesional. Mahasiswa sebagai kaum terdidik seharusnya menjadi teladan dalam penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar, tanpa mengesampingkan daya kreativitas berbahasa yang tetap relevan dalam konteks informal.
Penggunaan bahasa slang sejatinya tidak perlu dihapuskan. Selama ditempatkan pada situasi yang tepat, bahasa slang dapat menjadi alat ekspresi yang sah. Namun, yang dibutuhkan adalah kesadaran akan fungsi sosial dan situasional dari ragam bahasa yang digunakan. Dengan demikian, mahasiswa dapat berperan aktif dalam merawat Bahasa Indonesia: tidak hanya dengan menggunakannya, tetapi juga dengan menempatkannya secara tepat.
Bahasa mencerminkan cara berpikir, sikap, dan identitas suatu bangsa. Maka, menjaga kualitas bahasa adalah bentuk penghormatan terhadap jati diri nasional. Mahasiswa, sebagai generasi pembaharu, seharusnya menjadi garda depan dalam menyeimbangkan antara kebebasan ekspresi dan tanggung jawab berbahasa.
Penulis Opini : Asmita Yuthia
Editor : Freddy Sudiono
(wq)

