Bekali Kesehatan Mental Mahasiswa, UNTIDAR Selenggarakan Seminar Nasional Toxic Relationship

BERI PENJELASAN : Salah satu narasumber memberikan penjelasan tentang kesehatan mental dan produktivitas diri dalam Seminar Nasional di UNTIDAR (Dok Humas UNTIDAR)
KOTA MAGELANG (wartamagelang.com) – Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (SATGAS PPKS) dan Unit Layanan Bimbingan Konseling (ULBK) Universitas Tidar, menggelar Seminar Nasional Toxic Relationship Terhadap Kesehatan Mental dan Produktivitas. Seminar yang digelar di Gedung Kuliah Umum dr. H. R. Suparsono UNTIDAR, (05/09/2023) tersebut, mengangkat fenomena kekerasan seksual.
Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Alumni UNTIDAR, Prof. Dr. Parmin, mengatakan, kegiatan ini bertujuan menyosialisasikan pentingnya rasa aman dan penyertaan bantuan kesehatan mental bagi siivitas akademika UNTIDAR. Menurutnya, ada bentuk kecemasan yang rentan dialami mahasiswa.
“Seminar ini menjadi hal yang penting karena sekarang ini ada beberapa fakta menarik. Yang pertama, mahasiswa yang merasa tidak sesuai dengan jurusan yang sedang dijalani. Yang kedua, mahasiswa yang mengalami kekerasan takut melapor. Takut dampaknya, takut namanya akan viral, takut karena tidak ingin diketahui orang lain,” katanya.
Prof. Parmin juga menilai bagaimana UNTIDAR berkomitmen mengembangkan SATGAS PPKS dan ULBK demi memberikan perlindungan kepada sivitas akademika.
“Kita sering membaca di media bahwa kekerasan seksual ini bukan hanya di kampus, tetapi juga di rumah tangga, perkantoran, lembaga agama. Yang diberitakan sebagian kecil, lebih banyak yang tidak diberitakan, bahkan yang sampai sekarang belum diketahui. Oleh karena itu, UNTIDAR sekarang ini sangat serius mengembangkan dua unit lembaga baru. Baik bimbingan konseling maupun penanganan pencegahan kekerasan seksual. Mudah-mudahan dua unit ini bisa meningkatkan indeks kebahagiaan bagi mahasiswa UNTIDAR,” bebernya.
Salah satu Narasumber, Febryanti Putri Khatulistiwa, mengemukakan bahwa hubungan beracun (toxic relationship) amat dekat dengan realita serta memengaruhi kesehatan mental dan produktivitas diri. Hubungan beracun menurutnya berkorelasi dengan adanya masalah psikologis yang belum selesai di masa kecil seseorang.
“Dasar orang melakukan toxic relationship sebenarnya adalah dominasi. Entah dosen ke mahasiswa, orang tua ke anak, senior ke junior. Kalau kita terbiasa melihat kekerasan, kita akan merasa bahwa kekerasan itu biasa saja. Kita akan menganggap bahwa diri kita kuat,” ujar Putri yang merupakan seorang pegiat isu anak, remaja, dan perempuan.
“Yang paling buruk adalah membandingkan penderitaan kita dengan orang lain. ‘Oh, apa yang kita rasakan belum seberapa dibandingkan orang lain.’ Itu nggak boleh kita lakukan dan normalisasi. Sadari bahwa itu tindak kekerasan,” tambah pendiri gerakan sosial @djiwaberbagiasi dan @banyufoundation, tersebut.
Putri memaparkan, hubungan antarmanusia yang sehat tidak dapat terjadi jika hanya satu pihak saja yang berusaha.
“Ada rasa percaya di situ. Saling menghormati. Kemudian komunikasi yang sehat. Tumbuh bersama. Saling memotivasi. Kalau kamu terjebak di toxic relationship, kamu bisa pilih untuk konfrontasi langsung. Atau, pergi. Karena kita tahu, tidak semua orang bisa berkonfrontasi langsung. Yang paling penting adalah diri kamu dan kesehatan mental kamu,” urainya.
Ketua SATGAS PPKS UNTIDAR, Destri Tsurayya, menjelaskan pentingnya mengupayakan UNTIDAR yang bebas dari kekerasan seksual.
“Kita bersama-sama menjadikan UNTIDAR bebas dari kekerasan seksual. Untuk itu, di SATGAS PPKS, kita melihat dari berbagai aspek. Dari sisi pelapor, saksi, dan pelaku. Jadi kita melihat dari segala aspek yang memang membutuhkan keberanian,” ucapnya.
Destri menegaskan, SATGAS PPKS tidak terbatas bagi mahasiswa saja. Tapi juga untuk dosen dan tenaga kependidikan.
“Tentu, kekerasan seksual tidak berlaku untuk mahasiswa saja. Siapapun itu, akan diproses. Silakan lapor saja. Adanya korban dan saksi dalam sebuah laporan akan menjadi indikator yang kuat dalam menentukan rekomendasi sanksi. Satgas akan melindungi. Itu tugas kita bersama. Satgas ada karena dukungan semua civitas akademika,” ungkapnya (coi/aha)