Komunitas Seni Samar Beri Makna Mendalam Melalui Aksi Teater Tarinya di FLG XXIII

Foto: Assifa/wartamagelang.com

Pementasan Rananggana Merti Bumi Muria dari Komunitas Seni Samar Kudus pada hari terakhir Festival Lima Gunung XXIII, Minggu (29/09/2024). Foto: Assifa/wartamagelang.com

MAGELANG (wartamagelang.com) – Komunitas Seni Samar dari Kabupaten Kudus turut serta menampilkan teater tari bertajuk Rananggana Merti Bumi Muria. Penampilan tersebut berlangsung pada hari terakhir Festival Lima Gunung, Minggu (29/09/2024).

Hari ini menjadi pertama kalinya Komunitas Seni Samar tampil di Festival Lima Gunung. Melalui informasi dari teman, akhirnya Komunitas Seni   Samar dapat hadir di Magelang sejak Sabtu (28/09/2024). Terdapat 23 penari yang turut menampilkan aksinya di panggung Festival Lima Gunung XXIII.

Gunadi dari Komunitas Seni Samar menjelaskan butuh waktu yang cukup lama untuk eksplorasi teater modern ini. Mulai dari diskusi, pemunculan gagasan, hingga bisa mencapai titik ini.

“Kami mengalir dari 2018  memunculkan bergada pasukan dari Muria. Persoalan kita adalah manusia, itulah kemudian kita menggali konsep hidup masyarakat Jawa. Lalu pada tahun 2021 muncul barongan disebutnya ndas papat. Jadi kalo nafsu itu dipelihara atau dibebaskan, dia akan membesar sebesar-besarnya, kemudian bertransformasi menjadi raksasa-raksasa itu,” ujar Gunadi.

Awal mula munculnya kisah Rananggana Merti Bumi Muria ini , tambah Gunadi, berangkat dari kegelisahan dan kerusakan lingkungan di Muria. Gunung Muria ketika kemarau sering mengalami kekurangan air. Belum lagi jika dieksploitasi untuk penambangan dan penebangan hutan.

“Tidak hanya itu, teater tari Rananggana ini bisa diartikan sebagai medan perang, kemudian Rananggana dihidupkan dalam teater modern pada perjuangan manusia dalam menaklukkan dirinya. Munculnya barongan ndas papat dalam penampilan itu sendiri merupakan perwujudan dari nafsu manusia. Jadi, manusia hidup di alam semesta ini harus senantiasa membangun keseimbangan, kalau tidak terjadi keseimbangan maka akan terjadi kerusakan. Hal inilah yang ditekankan dalam penampilan ini,” kata Gunadi.

Uniknya, kostum yang dikenakan dalam teater tari ini menggunakan bahan-bahan alam semua dan tidak menggunakan bahan plastik. Sering sekali muncul kritikan bahwa kostumnya akan cepat rusak. Bahkan sejak 2018 sampai hari ini mungkin sudah lima atau empat kali tambal sulam.  Hal ini diterapkan senantiasa memanfaatkan bagian-bagian yang ada di sekitar,  kemudian ditata secara artistik. Selain itu tidak menambah kerusakan bumi.

Sebagai salah satu pemeran Rananggana Merti Bumi Muria, Gunadi mengatakan bahwa dirinya senang bisa berkesempatan untuk turut memeriahkan Festival Lima Gunung XXIII.

“Saya sangat bahagia diberi kesempatan untuk bisa hadir disini. Saya sangat kagum dengan keguyuban dan kegotongroyongan. Harapan saya ini perlu dicontoh untuk daerah-daerah lain dan terpelihara terus menerus,” pungkasnya. (mg8/mg1/mg5/wq)

Penulis:

Annisa Eka Putri

Assifa Zanuba Qotrunnada

Lukluk Shafwatu Niswa

Editor: Freddy Sudiono Uwek

CATEGORIES
Share This

COMMENTS

Wordpress (0)