Hari Kedua, Festival Bhumi Atsanti (FBA) 3 Gelar Kesenian Rakyat dan Happening Art

FBA

Jatilan Turonggo Mudo saat tampil di FBA 3, Sabtu, 7 September 2024, Foto: Tim Magang/wartamagelang,com

Magelang (wartamagelang.com)Festival Bhumi Atsanti (FBA) 3 hari kedua pada hari Sabtu, 7 September 2024, menggelar kesenian rakyat dan happening art. Berbeda dengan pembukaan, FBA 3 pada hari kedua, open gate lebih awal pukul 13.00 WIB.

Sebagai pembuka hari kedua, sajian pertama adalah kesenian Jatilan Turonggo Mudo sebagai pelestari budaya dari Dusun Ngaran I, Desa Borobudur, Kecamatan Borobudur. Tarian yang ditampilkan merupakan kolaborasi antara tarian kreasi lama dan kreasi baru.

Ketua Jatilan Turonggo Mudo, Dusun Ngaran I Wahyono, menuturkan bahwa paguyuban mereka sudah mengikuti Festival Bhumi Atsanti sebanyak dua kali.

“Sudah dua kali mengikuti kegiatan festival ini. Persiapan latihan kami selama satu minggu untuk tampil. Lalu hari ini, terdapat tiga penampilan mulai dari jatilan kreasi baru, rampak buto, dan jatilan klasik,” kata Wahyono.

Paguyuban yang berdiri sejak tahun 1963 ini, turut mengundang antusias warga untuk merapat dan meramaikan Festival Bhumi Atsanti 3.Terdapat ritual yang dilakukan ketika akan memulai rampak butho dan jathilan klasik. Ritual tersebut telah dilakukan secara turun-temurun oleh pendahulu paguyuban tersebut. Ritual tersebut tidak boleh ditinggalkan karena pada jathilan klasik dan rampak butho pasti terdapat insiden kesurupan.

“Tari klasik ini merupakan peninggalan simbah terdahulu dan sekarang masih diteruskan. Jadi perlu adanya sesajen untuk antisipasi kesurupan,” ujar Wahyono.

Luisa Gita selaku ketua panitia FBA 3 menambahkan, tidak hanya kesenian rakyat saja, malam harinya Festival Bhumi Atsanti (FBA) 3 menggelar perform bertajuk Happening Art. Memadukan berbagai jenis kesenian, mulai dari seni lukis, tari, musik, teater, kemudian ditutup oleh pertunjukan wayang kulit. Menariknya, Suku Kamoro Papua turut memeriahkan malam Happening Art. Terdapat dua tarian yang akan ditampilkan dan memiliki makna tersendiri.

Tari Wakuru bercerita tentang kegembiraan sekelompok pemuda atas hasil hewan buruan yang didapat. Seekor wakuru (kangguru pohon) dan wautu (ayam hutan) yang akan menjadi santapan hari itu. Kegembiraan ini disaksikan oleh sepasang komai (burung enggang) yang terbang membumbung di angkasa, bersuara kencang mengabarkan berita gembira kepada warga di kampung mereka.

Tarian kedua yaitu Yamate Eyaro. Terinspirasi dari ukiran yamate (panel/perisai) berukir yang didapat dari sekelompok eyaro (burung trinil) ketika rombongan maramowe (pengukir) sedang kapiri kame (bepergian untuk mencari ikan di area pesisir). Rupa karya ukir seringkali diinspirasi dari alam sekitar hunian masyarakat Kamoro yaitu nelayan.

“Konsep hari ini berbeda dengan tanggal enam dan delapan, jadi tanggal tujuh itu konsepnya happening art. Jadi teman-teman seniman nanti akan ada live painting juga tetapi sudah terkonsep permormance art. Intinya happening art itu bisa saling mengisi dan saling merespon. Ada monolog juga dan segala macam,” pungkas Luisa Gita. (wq)

Penulis: Fauziah Dwi Febriyanti dan Anisa Eka Putri

Editor : Freddy Uwek

 

 

 

CATEGORIES
Share This

COMMENTS

Wordpress (0)